Ide-ide yang kita bahas di IB Summit ke-6 ini diterima dengan baik, bahkan mereka (UN ESCAP dan ASEAN) bilang akan menjadikan semacam 'benchmark'
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan Deklarasi ASEAN Inclusive Business Summit 2023 di mana Kementerian Koperasi dan UKM sebagai tuan rumah, menjadi tolok ukur pada penyelenggaraan kegiatan serupa pada tahun-tahun berikutnya.
“Ide-ide yang kita bahas di IB Summit ke-6 ini diterima dengan baik, bahkan mereka (UN ESCAP dan ASEAN) bilang akan menjadikan semacam benchmark, the best one,” kata MenKopUKM Teten Masduki usai melakukan pertemuan bilateral dengan UN ESCAP di kawasan Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Teten menjelaskan Indonesia, dalam konsultasi dengan ASEAN Coordinating Committee on Micro, Small and Medium Enterprises, dan dukungan dari United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific dan Organisation for Economic Co-operation and Development, serta dukungan dari World Benchmarking Alliance, telah mengembangkan "Rencana Aksi untuk Promosi Bisnis Inklusif di ASEAN (2023-2027)".
Rencana Aksi berupa dokumen menguraikan area prioritas yang dibawa pada agenda Inclusive Business di ASEAN. Setelah bertukar pengalaman tentang upaya mempromosikan bisnis inklusif di negara masing-masing, delegasi ASEAN sepakat mengadopsi sebuah Pernyataan Bersama Menteri tentang "Deklarasi mengenai Promosi Model Bisnis Inklusif: Memberdayakan UMKM untuk Pertumbuhan yang Adil".
Baca juga: MenKopUKM Teten inisiasi pendanaan khusus UKM di forum ASEAN
Baca juga: MenKopUKM sebut bisnis inklusif penting untuk jamin ketahanan pangan
Oleh karenanya, pada pertemuan dengan UN ESCAP, Menteri Teten mengusulkan supaya agenda Inclusive Business difokuskan pada agrikultur dan supply food karena ASEAN memiliki potensi untuk menjadi pusat produksi agrikultur untuk supply food dunia.
“UN ESCAP sangat setuju dengan agenda yang kemarin sudah deklarasikan di IB Summit ke-6 untuk diteruskan ke agenda IB Summit berikutnya akan fokus di sektor agrikultur dan supply food,” ucap Teten.
Catatan penting untuk sektor agrikultur, disebutnya, terdiri atas struktur kelembagaan dan akses pembiayaan. Di sisi sektor kelembagaan, petani-petani kecil harus di ubah dari individual farmer ke kolektif farmer.
“Untuk kolektif farmer dengan pengalaman Indonesia sudah mulai, India, Thailand dengan koperasi dan non koperasi. Tetapi harus juga didukung dengan kebijakan pemerintah di setiap negara,” sebutnya.
Sedangkan dari sisi pembiayaan, Indonesia dan negara lain di Asia Tenggara telah memiliki banyak pembiayaan murah untuk usaha skala mikro. Namun, pembiayaan untuk agregator seperti koperasi belum banyak.
“Untuk middle man-nya agregator seperti koperasi belum punya pembiayaan yang murah, Padahal ini kan middle man membeli dari petani, harus dijual lagi ke market baik buyer dalam negeri maupun luar negeri. Perlu skema pembiayaan yang juga dibicarakan,” jelasnya.
Baca juga: MenKopUKM luncurkan produk susu ikan hasil kemitraan koperasi dan UKM
Baca juga: MenKopUKM minta perbankan tingkatkan pembiayaan produksi
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023