• Beranda
  • Berita
  • Seputar distribusi film di Indonesia dalam BIFF 2023

Seputar distribusi film di Indonesia dalam BIFF 2023

8 Oktober 2023 19:42 WIB
Seputar distribusi film di Indonesia dalam BIFF 2023
Arsip foto - Pembukaan Festival Film Internasional Busan (BIFF) ke-26 di Busan, Korea Selatan, (06/10/2021). ANTARA/Yonhap.
Distribusi film di Indonesia tengah menjadi bahan pembicaraan hangat di pasar konten dan film Asia di “Busan International Film Festival 2023” (BIFF) yang berlangsung tanggal 4 - 13 Oktober 2023.
 
Variety.com, Minggu waktu setempat melaporkan Indonesia memiliki populasi sebesar 277 juta jiwa dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Sayangnya, negara ini kurang terlayani dari segi pendistribusian film kepada penonton karena hanya memiliki 2.300 layar bioskop saja.
 
“Rentang negara ini dari Dublin hingga Istanbul, tapi kami hanya punya 2.300 layar,” kata produser Angga Dwimas Sasongko dari Visinema saat menghadiri BIFF 2023 dengan membawa karya film “Ali Topan” untuk diputar di Busan.
 
Meski demikian, tayangan film box office atau film populer di Indonesia sedang cukup meningkat beberapa tahun terakhir. Di tahun 2022, jumlah total film box office di Indonesia telah melampaui angka sebelum pandemi pada tahun 2019.
 
Indonesia juga beroperasi dengan model distribusi yang unik karena tidak adanya distributor independen. Para produser cukup berhubungan langsung dengan tiga jaringan bioskop besar di negara ini dan beberapa bioskop kecil di kota-kota lainnya.

Baca juga: Laura Basuki ungkap rasa bahagia dapat tampil di BIFF 2023
 
Untuk itu, Angga juga menyarankan untuk melakukan investasi dalam bisnis distribusi film di Indonesia kepada pihak-pihak terkait yang tertarik berbisnis di industri ini.
 
“Lebih baik kamu menaruh uang (berinvestasi) di Indonesia, daripada membawa filmmu ke Indonesia,” kata Angga.
 
Perkataan Angga sejalan dengan kebijakan pemerintah Indonesia yang telah mendorong investasi asing langsung di sektor ini. Kebijakan tersebut pun berdampak pada datangnya pemain distributor global ke Indonesia, yaitu CJ-CGV dari Korea Selatan dan Cinepolis dari Amerika Latin untuk bergabung dengan pemimpin pasar Indonesia saat ini, yakni Cinema 21.
 
Selain Angga, ada pula Ifa Isfansyah selaku sutradara dari serial “Gadis Kretek” yang ikut serta dalam IBFF 2023. Menurut Ifa, ia kerap memperlakukan mitra produksinya sebagai distributor.
 
Ia pun mencontohkan, film “Yuni” yang disutradarai oleh Kamila Andini dan diproduksi olehnya cukup diserahkan sebagai hasil final “kasar” kepada mitra produksi lokal untuk diedit kembali agar sesuai dengan selera Indonesia, serta menambahkan cerita tambahan di dalamnya (sub plot). Menariknya, film “Yuni” berhasil menjadi film box office di Indonesia saat awal perilisannya dan telah menerima sejumlah penghargaan karena kualitasnya.
 
Tidak hanya Angga dan Ifa, sutradara film “Autobiography” Makbul Mubarak mengatakan distribusi film di Indonesia saat ini masih mengandalkan sejumlah pihak untuk sampai ke penonton. Ia pun berharap ada lebih banyak lagi karya film Indonesia buatan anak negeri ke depannya, sehingga peluang pendistribusiannya juga akan meningkat.
 
“Skenario yang paling mungkin adalah tetap mengandalkan bioskop, streamer, dan komunitas film lokal sebagai cara terbaik untuk menjangkau penonton. Mudah-mudahan suatu hari nanti, akan ada cukup banyak film independen yang diproduksi, sehingga distribusinya bisa meningkat,” katanya.

Baca juga: Kemendikbudristek fasilitasi sineas Indonesia ikut festival global
 
Produser “Autobiography” Yulia Evina Bhara juga menambahkan, “Saya percaya bahwa streamer bukanlah antitesis dari bioskop. Mereka saling melengkapi dan satu pihak dapat memberi tahu pihak lain tentang praktik mereka sendiri dan hubungan dengan audiens. Tumbuh sebagai sebuah industri berarti peduli terhadap pertumbuhan seluruh aspek dan pelaku industri,” kata Yulia.
 
Sutradara Nursita Mouly Surya yang menampilkan karya filmnya bertajuk “Apa yang Tidak Mereka Bicarakan Saat Mereka Berbicara Tentang Cinta” di Busan mengatakan setiap film memiliki peluang dan semua film Indonesia dikatakan sebagai film independen.
 
“Namun, memasarkan ke negara kepulauan dengan begitu banyak sub budaya yang berbeda merupakan tugas yang mahal,” kata Sita.
 
“Salah satu aspek yang paling menantang adalah jaringan bioskop Indonesia, yang seringkali tidak mengalokasikan ruang atau layar yang cukup untuk film-film independen,” tambah Sutradara Yosep Anggi Noen yang karya “22 Jam Bersama Gaspar” miliknya tengah dikompetisikan di ajang BIFF 2023.
 
Sebaliknya, senior di layar independen Indonesia Joko Anwar mengatakan semua film di Indonesia berkesempatan untuk tayang di bioskop, meskipun dalam kapasitas terbatas. Jika mendapat sambutan yang baik, bukan tidak mungkin film tersebut akan diperluas ke bioskop-bioskop lain di Indonesia.
 
“Pemilik bioskop biasanya memberikan kesempatan bagi semua film (bahkan yang memiliki nilai komersial kecil) untuk diputar di bioskop dengan layar terbatas dan dapat diperluas jika mendapat tingkat okupansi yang tinggi,” kata Joko.

Baca juga: Ario Bayu: BIFF pertanda kebangkitan film Indonesia

Pewarta: Vinny Shoffa Salma
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023