• Beranda
  • Berita
  • Pakar Gizi paparkan enam poin penting saat evaluasi penurunan stunting

Pakar Gizi paparkan enam poin penting saat evaluasi penurunan stunting

17 Oktober 2023 15:22 WIB
Pakar Gizi paparkan enam poin penting saat evaluasi penurunan stunting
Pakar Gizi Universitas Negeri Hasanuddin, Makassar, Prof. Dr. dr. Abdul Razak Thaha (tiga dari kanan) saat menghadiri kegiatan evaluasi program percepatan penurunan stunting yang diselenggarakan BKKBN di Jakarta, Senin (16/10/2023). (ANTARA/HO-BKKBN)
Pakar Gizi Universitas Negeri Hasanuddin (Unhas) Prof Abdul Razak Thaha memaparkan enam poin penting yang perlu diperhatikan saat memonitoring dan evaluasi program percepatan penurunan stunting.

"Pertama adalah Indikator yang tidak tepat. Penggunaan indikator yang tidak tepat dapat menyebabkan hasil yang tidak akurat dalam keberhasilan program, misalnya menggunakan indikator berat badan, itu tidak tepat karena stunting terkait dengan tinggi badan anak," katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan program tablet tambah darah untuk ibu hamil yang sudah dilakukan sejak tahun 2013 belum efektif sehingga masih menyebabkan tingginya angka stunting.

"Meski berdasarkan profil kesehatan nasional tahun 2013-2016 cakupan tablet tambah darah selalu 90 persen, pada tahun 2018 anemia (kurang darah merah) tidak turun, melainkan naik dari 30 persen menjadi lebih dari 40 persen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa satu di antara dua ibu hamil di Indonesia ini menderita anemia," ucapnya.

Baca juga: Kepala BKKBN sebut perubahan perilaku kunci turunkan stunting

Ia menjelaskan cakupan 90 persen itu dihitung hanya berdasarkan per tablet yang dikonsumsi oleh ibu hamil. Sedangkan tablet tambah darah tersebut baru ada manfaatnya setelah dikonsumsi minimal 90 tablet.

"Ternyata itu (ibu hamil yang mengkonsumsi minimal 90 tablet) cuma 7,9 persen," katanya.

Permasalahan kedua, lanjutnya, pada monitoring dan evaluasi (monev) percepatan penurunan stunting  adanya keterbatasan data dan sistem informasi. Kemudian ketiga, masih kurangnya kapasitas tim monev dalam memahami metode dan instrumen penelitian yang validitas dan kehandalan hasil evaluasi.

Keempat yakni tantangan dalam mengukur dampak jangka panjang.  "Mengukur dampak jangka panjang seperti ini bisa menjadi tantangan, karena melibatkan banyak faktor yang kompleks, seperti pola makan, sanitasi, pendidikan, dan faktor sosial ekonomi," paparnya.

Baca juga: Setwapres gelar Rakortek percepatan penurunan stunting

Kelima, masih kurangnya keterlibatan pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah, lembaga akademik, dan tokoh masyarakat setempat.

"Keenam adalah koordinasi dan tata kelola yang lemah, juga kurangnya koordinasi lintas sektor dan lembaga terkait dalam pelaksanaan program, yang dapat menjadi kendala dalam monev," ucapnya.

Ia berharap melalui program percepatan penurunan stunting yang kini telah menjadi tanggung jawab seluruh sektor pemerintahan dan pemangku kepentingan, keenam hal tersebut dapat menjadi perhatian.

Baca juga: BKKBN tekankan kerja sama pentaheliks percepat penurunan stunting
 

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023