Amerika Serikat mengajukan rancangan resolusi Sabtu pekan lalu setelah dunia semakin murka atas krisis kemanusiaan yang kian memburuk dan korban sipil yang terus bertambah di Gaza.
AS mengambil langkah tersebut hanya beberapa hari setelah memveto rancangan yang diusulkan Brazil yang fokus kepada bantuan kemanusiaan, dengan dalih upaya diplomasi yang dipimpin AS memerlukan waktu lebih banyak lagi.
Teks awal dari rancangan AS itu mengejutkan banyak diplomat karena blak-blakan menyatakan Israel berhak membela diri dan menuntut Iran berhenti memasok senjata kepada kelompok-kelompok perlawanan Palestina, serta tidak mencakup seruan jeda kemanusiaan untuk akses bantuan.
Namun, AS melunakkan sikapnya dalam teks akhir yang diajukan ke dalam pemungutan suara.
"Kami mendengarkan Anda semua. Meskipun pemungutan suara hari ini sebuah kemunduran, kita tidak boleh berkecil hati," kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield, yang menyatakan dua veto dalam dewan keamanan beranggotakan 15 negara itu sebagai mengecewakan.
Baca juga: Korban tewas warga Palestina di Tepi Barat capai 103 orang
AS jarang menyarankan tindakan Dewan Keamanan, karena biasanya selalu melindungi Israel di PBB.
Sepuluh anggota Dewan Keamanan PBB menyetujui rancangan resolusi AS, sementara Uni Emirat Arab menentang, sedangkan Brasil dan Mozambik abstain.
Dubes China untuk PBB Zhang Jun menyatakan, draf AS itu tidak mencerminkan seruan terkuat di dunia untuk gencatan senjata, mengakhiri pertempuran, dan tidak membantu menyelesaikan masalah tersebut.
"Saat ini gencatan senjata bukan sekadar istilah diplomatik. Ini berarti nyawa dan kematian banyak warga sipil," tegas dia.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia menuduh AS mengajukan rancangan resolusi yang mendorong Dewan Keamanan mengotorisasi serangan darat di Gaza oleh Israel, "ketika saat bersamaan membiarkan ribuan anak-anak Palestina mati."
Setelah dua veto itu, Dewan Keamanan kemudian melakukan voting pada naskah resolusi yang dirancang Rusia yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan dan pencabutan perintah Israel kepada warga sipil di Gaza agar pindah ke selatan sebelum serangan darat.
Rusia gagal mendapatkan jumlah dukungan minimum yang diperlukan karena hanya mendapatkan empat suara.
Baca juga: Doa bersama digelar di London untuk anak-anak Gaza yang terbunuh
Agar sebuah resolusi lolos, diperlukan setidaknya sembilan suara, dan tidak diveto oleh Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Rusia dan China.
Ini adalah upaya kedua Rusia untuk mencapai resolusi. Hanya lima anggota dewan keamanan yang memberikan suara mendukung teks Rusia pada 16 Oktober.
Sepuluh anggota Dewan Keamanan terpilih saat ini berencana membuat rancangan resolusi baru, kata Duta Besar Malta untuk PBB Vanessa Frazier.
"Krisis ini juga diancam oleh naiknya risiko tumpah ke seluruh kawasan. Ini memerlukan perhatian penuh kita. Kita mempunyai tugas dan kewajiban untuk bertindak," tutur dia.
Setelah Dewan Keamanan menemui jalan buntu, Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara akan menggelar pemungutan suara Jumat esok untuk rancangan resolusi gencatan senjata yang diajukan negara-negara Arab.
Tidak ada negara yang mempunyai hak veto di Majelis Umum PBB. Resolusi dalam Majelis Umum tidak mengikat, tetapi mempunyai bobot politik.
Baca juga: Menlu Retno suarakan kekecewaan Indonesia terhadap DK PBB
Sumber: Reuters
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2023