Peneliti Maria Voigt dari Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology di Jerman dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Minggu, mengatakan berdasarkan pada ciri-ciri riwayat berkembang biak orangutan, tingkat pertumbuhan cepat yang diklaim pemerintah Indonesia tidak mungkin terjadi, bahkan di kebun binatang
Dari kompilasi data komprehensif observasi yang ada, kami memperkirakan terjadi penurunan 25 hingga 30 persen antara tahun 2005 dan 2015. Jadi tidak mungkin hanya dalam satu tahun ada perubahan menyeluruh dalam situasi ini, katanya.
Angka ini kebalikan dengan data pemerintah Indonesia yang mengklaim populasi orangutan telah meningkat lebih dari 10 persen pada kurun waktu 2015 sampai dengan 2017.
Klaim peningkatan populasi orangutan ini juga ada dalam laporan terbaru Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Keadaan Hutan Indonesia 2018.
Ini bertentangan dengan temuan tim ilmuwan beranggotakan 41 peneliti yang dipimpin oleh Maria Voigt, yang mempublikasikan penelitian atau tinjauan sejawat mereka pada Maret 2018.
Tim menemukan separuh dari total jumlah orangutan di Kalimantan terkena dampak aktivitas ekstraksi sumber daya alam, dan jumlah mereka menurun lebih dari 100.000 ekor selama 16 tahun terakhir sejak tahun 1999.
"Jika perburuan dan penghilangan areal hutan dapat dihentikan di masa depan, kondisi tersebut bisa berbalik, tetapi sepengetahuan kami ini belum terjadi. Belum jelas bagaimana penulis laporan ini bisa mencapai kesimpulan soal meningkatnya jumlah orangutan," kata salah satu penulis penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Current Biology Prof. Serge Wich dari Universitas Amsterdam.
Baca juga: Penangkapan pelaku pembunuhan orangutan diapresiasi
Baca juga: Bangkai orangutan penuh luka mengapung di kanal
Pewarta: Virna Puspa S
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018