• Beranda
  • Berita
  • Survei: Mata uang negara berkembang akan bangkit kembali

Survei: Mata uang negara berkembang akan bangkit kembali

7 September 2018 08:50 WIB
Survei: Mata uang negara berkembang akan bangkit kembali
Transaksi penukaran dolar Amerika Serikat di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

"Ketika Anda berurusan dengan krisis seperti itu, sangat sulit untuk mendapatkan kembali kepercayaan di kalangan investor"

Johannesburg (ANTARA News) - Banyak mata uang negara-negara berkembang, yang telah mengalami kesulitan dalam beberapa bulan terakhir, akan bangkit kembali,  setidaknya sebagian, terhadap dolar AS dalam satu tahun.

Hal itu karena melemahnya momentum pertumbuhan, menghilangkan kilau greenback, kata sebuah jajak pendapat Reuters.

Rand Afrika Selatan diperkirakan akan menguat hampir 10 persen menjadi 14,00 per dolar AS dalam setahun, real Brasil akan naik sekitar 8,0 persen menjadi 3,79 per dolar AS, dan peso Argentina yang banyak dijual akan meningkat 10 persen menjadi 34,135 per dolar AS.

"Pada level saat ini, banyak berita buruk diperhitungkan," kata Ahli strategi di Absa Capital, Mike Keenan, .
,
"Kami pikir penjualan rand itu mungkin berlebihan, meskipun kami mengakui itu rentan terhadap kondisi kebijakan moneter yang lebih ketat secara global, defisit kembar, dan mengendurnya carry trade," katanya.

Carry trade adalah strategi perdagangan yang melibatkan pinjaman dengan suku bunga rendah dan investasi dalam aset yang memberikan tingkat pengembalian yang lebih tinggi.

Sebagian besar ahli strategi yang disurvei pada Agustus tidak memperkirakan penjualan besar-besaran untuk mata uang seperti rand dan real begitu cepat.

"Langkah itu terjadi jauh lebih cepat daripada yang saya perkirakan. Saya memperkirakan dolar/rand diperdagangkan lebih tinggi, tetapi tingkatan tersebut (datang) lebih cepat dari yang saya perkirakan," kata ahli strategi mata uang di Rabobank, Piotr Matys .

Dalam hal penjualan berkelanjutan - selain dari peso Argentina dan lira Turki - rand Afrika Selatan dan real Brasil adalah yang paling berisiko, menurut mayoritas analis yang menjawab pertanyaan tambahan.

Rand telah relatif tangguh sepanjang tahun ini, dan selama penjualan lainnya, dibandingkan dengan mata uang negara berkembang lainnya.

Namun demikian, data memicu lebih banyak pelemahan untuk rand pada Selasa (4/9), ketika lembaga statistik mengkonfirmasi Afrika Selatan memasuki resesi pada kuartal kedua untuk pertama kalinya sejak 2009, awal yang buruk bagi Presiden baru Cyril Ramaphosa.

Jajak pendapat Reuters bulan lalu menunjukkan mata uang negara-negara berkembang kemungkinan tidak akan pulih dari kemerosotan tahun ini hingga 2019 dan bahwa pencarian untuk imbal hasil tidak mungkin dianggap sebagai faktor pendorong untuk perdagangan mata uang sampai saat itu.

Para analis mengatakan kemungkinan Bank Sentral Eropa (ECB) akan mulai menaikkan suku bunga tahun depan akan memiringkan dukungan perbedaan suku bunga menjauh dari dolar AS, memicu penarikan kembali yang lebih berarti bagi pasar-pasar negara berkembang.

Badai di pasar negara-negara berkembang terus bergejolak minggu ini, dengan rand menderita penurunan sekitar tiga persen pada Selasa (4/9). Kerugian sejak akhir Januari untuk indeks saham 24-negara berkembang MSCI, mendekati satu triliun dolar AS.

Rand memulihkan kembali sebagian kerugiannya pada Kamis (6/9) setelah data menunjukkan defisit transaksi berjalan Afrika Selatan telah menyempit menjadi 3,3 persen dari produk domestik bruto pada kuartal kedua.

Baca juga: Masuki resesi, mata uang Afrika Selatan jatuh lebih dalam

"Fokus utama, saya masih percaya, tetap pada latar belakang global, pada ketegangan perdagangan antara AS dan China, pada The Fed, dan (krisis) di negara-negara berkembang lainnya seperti Argentina dan Turki," kata Matys.

Pemerintah Argentina mengatakan pada Selasa (4/9) pihaknya berharap Dana Moneter Internasional (IMF) akan setuju bulan ini untuk kesepakatan memberi negara itu dukungan keuangan lebih banyak karena berusaha untuk menghindari krisis ekonomi yang mendalam.

Pada Senin (3/9), Presiden Mauricio Macri mengumumkan pajak baru untuk ekspor dan pemotongan belanja yang tajam untuk menghilangkan defisit fiskal utama Argentina tahun depan. Langkah-langkah ini bertujuan untuk meyakinkan investor Argentina dapat membayar utangnya.

"Masalah dengan Argentina adalah krisis kepercayaan. Ketika Anda berurusan dengan krisis seperti itu, sangat sulit untuk mendapatkan kembali kepercayaan di kalangan investor," kata Matys.

Sementara itu di Turki, lembaga pemeringkat Moody`s dan Standard & Poor`s memotong peringkat kredit pemerintah Turki lebih dalam ke wilayah "sampah" bulan lalu, sebuah perkembangan yang kemungkinan akan membuat khawatir para investor di negara berkembang yang lebih luas.

Lira kemungkinan akan meluncur lebih jauh dalam setahun menjadi 6,82 per dolar AS dari 6,50, jajak pendapat menunjukkan.

Baca juga: Mata uang peso Argentina terus merosot

Baca juga: Investor meningkatkan aset "safe haven", dolar dan yen menguat



 

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018