Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Rully Akbar menilai kasus kebohongan Ratna Sarumpaet akan menimbulkan sebuah konsekuensi berupa hukuman publik.Kasus itu menciderai demokrasi. Hoaks adalah ...
"Kasus itu menciderai demokrasi. Hoaks adalah kesalahan fatal, pasti akan ada hukuman publik terhadap itu," ujar Rully di Jakarta, Kamis.
Rully belum dapat memastikan apakah hukuman publik itu berwujud anjloknya elektabilitas pasangan capres-cawapres yang terafiliasi dengan Ratna Sarumpaet yakni Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Menurut dia, LSI Denny JA akan mencoba melakukan riset terkait elektabilitas capres-cawapres pasca-peristiwa kebohongan Ratna tersebut.
"Apakah (elektabilitas Prabowo) anjlok atau tidak, belum terpotret. Nanti kita lihat hasil riset ke depan bagaimana pilihan publik," jelasnya.
Dalam survei elektabilitas pasangan capres-cawapres yang terakhir dirilis LSI tanggal 21 Agustus 2018 tercatat elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Amin 52,2 persen, sedangkan elektabilitas Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno 29,5 persen, dengan jumlah responden yang tidak menjawab sebesar 18,3 persen.
Baca juga: TKN Jokowi-Ma'ruf mengadu ke Bawaslu terkait Ratna Sarumpaet
Baca juga: Fahri: Kasus Ratna untungkan Prabowo
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2018