Jakarta (ANTARA News) - Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) Kuntjoro Adi Purjanto mengatakan pihaknya tetap berkomitmen menyukseskan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) meskipun sempat terjadi pemutusan kontrak kerja sama dengan sejumlah rumah sakit oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.PERSI itu realistis. Ada yang lebih utama dilakukan, yaitu terpenuhinya kebutuhan layanan kesehatan masyarakat. Kami juga menyadari pentingnya akreditasi rumah sakit
"PERSI itu realistis. Ada yang lebih utama dilakukan, yaitu terpenuhinya kebutuhan layanan kesehatan masyarakat. Kami juga menyadari pentingnya akreditasi rumah sakit," kata Kuntjoro di Jakarta, Rabu.
Kuntjoro menjelaskan bahwa sejumlah rumah sakit belum memiliki sertifikat akreditasi hingga 31 Desember 2018, sehingga BPJS Kesehatan belum memperpanjang kerjasama untuk menerima pasien JKN. Penjelasan ini menanggapi kabar penyebab putusnya kerja sama yang disebabkan keterlambatan pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan.
"Persoalan keterlambatan klaim memang menjadi masalah bagi operasional rumah sakit, cash flow terganggu. Tetapi itu bukan salah satu syarat kontrak kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Rumah Sakit dan BPJS Kesehatan sama-sama saling membutuhkan," tegas Kuntjoro.
Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan dua surat rekomendasi perpanjangan kontrak kerja sama bagi rumah sakit yang belum terakreditasi melalui Surat Menteri Kesehatan Nomor HK. 03.01/MENKES/768/2018 dan HK.03.01/MENKES/18/2019 untuk tetap dapat melanjutkan kerja sama dengan BPJS kesehatan.
Surat rekomendasi tersebut diberikan setelah rumah sakit yang belum terakreditasi memberikan komitmen untuk melakukan akreditasi sampai dengan 30 Juni 2019.
Perpanjangan kerja sama dengan rumah sakit yang belum terakreditasi agar tetap dapat memberikan pelayanan bagi peserta JKN ini ditegaskan Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan pada konferensi bersama Menteri Kesehatan Nila Moeloek dan Direktur Utama BPJSK Fachmi Idris, Senin (7/1), di Jakarta.
PERSI, menurut dia, menyambut baik kebijakan yang memihak pada kepentingan bersama baik masyarakat peserta JKN, rumah sakit dan tentunya pemerintah.
Ia menjelaskan kompleksnya persoalan mutu dan akses pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit. Adanya tingkatan kelas rumah sakit yang didasarkan pada kemampuan pelayanan juga mengindikasikan perbedaan kemampuan sumber daya yang tersedia.
Selain itu, ditambah pula adanya disparitas ketersediaan sumber daya dan fasilitas rumah sakit di berbagai wilayah Indonesia. PERSI, lanjutnya, mengharapkan dukungan dan fasilitasi berbagai pihak seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan BPJS Kesehatan dalam mendukung akreditasi rumah sakit.
Organisasi yang memayungi 18 asosiasi perumsahkitan Indonesia ini juga berharap putusnya kontrak kerja sama ini menjadi momentum solusi bagi berbagai masalah pelaksanaan JKN di rumah sakit.
"PERSI pasti mendorong anggotanya untuk patuh pada regulasi, seperti akreditasi ini. Dan di awal 2019, PERSI juga sangat berharap pembayaran klaim lebih lancar, tarif INA-CBGs (Indonesia Case Base Groups) dan sistem rujukan juga disempurnakan," kata Kuntjoro.
Baca juga: Seluruh rumah sakit wajib akreditasi
Baca juga: Akreditasi jadi syarat wajib kerjasama dengan BPJS Kesehatan
Baca juga: Akreditasi Rumah Sakit jaminan layanan masyarakat
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2019