"Ada pertanyaan yang kami terima bahwa, jika lokasi eks-likuefaksi tidak dapat digunakan kembali, lantas bagaimana dengan tanah korban," kata Kepala BPBD Kota Palu Presly Tampubolon, Kamis.
Presly mengemukakan pemerintah berdasarkan hasil-hasil kajian mengenai kondisi daerah akan mengatur penggunaan lahan di area yang pernah mengalami likuefaksi, demikian pula dengan hak warga yang sebelumnya memiliki lahan di area tersebut.
Ia mengatakan kemungkinan warga tetap boleh memiliki lahan di area tersebut, namun penggunaan lahannya akan diatur sesuai dengan risiko bencana di daerah tersebut.
"Kalau untuk permukiman atau membangun kembali bangunan gedung di lokasi likuefaksi itu tidak boleh. Tetapi bila dimanfaatkan untuk bertani, mungkin bisa," kata dia.
"Kita lihat dulu aturan-aturan yang ada, jangan sampai potensi-potensi bencana terjadi lagi di lokasi-lokasi tersebut," ia menambahkan.
Dia mengatakan BPBD tidak bisa menyatakan mengizinkan warga memanfaatkan kembali lahan di daerah yang pernah mengalami likuefaksi tanpa dasar regulasi tata ruang.
"Saya belum bisa melakukannya, kalau itu belum ditetapkan atau termuat dalam suatu regulasi dan tata ruang. Harus ada dulu dasarnya," kata dia.
Warga hingga kini belum memanfaatkan kembali lahah di Kelurahan Petobo, yang mengalami likuefaksi setelah gempa melanda wilayah itu pada 28 September 2018.
Sekitar 4.000 warga Kelurahan Petobo yang menjadi korban bencana itu masih mengungsi di bagian timur wilayah kelurahan.
Ketua Forum Korban Likuefaksi Kelurahan Petobo Yahdi Basma mengemukakan pemerintah sudah membangun 78 unit hunian sementara yang meliputi 936 kamar bagi korban bencana di Petobo.
Pemerintah berencana membangun 100 unit hunian sementara yang terdiri atas sekitar 1.200 kamar bagi 1.300 keluarga yang mencakup sekitar 4.000 orang korban bencana di kelurahan itu.
Baca juga:
Pengungsi korban gempa-likuifaksi kembali ke Petobo
Korban gempa-likuifaksi Petobo tempati huntara Desember
Korban bencana di Balaroa tolak hunian sementara
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019