"Setiap daerah sebenarnya ada stunting, tetapi pemerintah memberikan perhatkan lebih kepada daerah-daerah yang memiliki angka stunting tertinggi," kata Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kirana Pritasari saat konferensi pers di Jakarta, Jumat.
Dalam penanggulangan stunting tersebut Kementerian Kesehatan berharap semua sektor dapat terlibat, terutama peran dari pemerintah daerah dalam mendorong Posyandu agar dapat memberikan panduan mengenai gizi seimbang kepada masyarakat.
Perbaikan gizi melalui intervensi gizi spesifik yang dilakukan sektor kesehtan tidak akan mencapai haksil maksimal tanpa adanya intervensi sensitif dari sektor non-kesehatan.
Seperti peningkatan produksi pertanian untuk mendukung ketahanan pangan dan gizi di rumah tangga, perlindungan sosial untuk pengentasan kemiskinan melalui program keluarga harapan, program nasional pemberdayaan masyarakat, pensediaan air bersih dan sanitasi, serta program pemberdayaan perempuan.
Program penanganan stunting ini akan dilakukan secara bertahap, pada 2020 diharapkan telah menyasar 390 kabupaten/kota dan pada 2021 telah menyasar 514 kabupaten/kota.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 diperoleh angka stunting sebesar 30,8 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa masalah stunting masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena masih di atas ambang batas 20 persen.
Perbaikan gizi, khususnya penurunan stunting menjadi salah satu agenda prioritas pembangunan kesehatan.
Perbaikan gizi harus dilakukan sejak 1.000 hari pertama kehidupan yaitu dimulai dari masa kehamilan sampai dengan anak berusia dua tahun.
Baca juga: Optimalisasi dana desa bisa untuk mencegah "stunting", sebut Kemendes PDTT
Baca juga: Perangi "stunting" dengan pola hidup sehat
Baca juga: Menkes: angka kekerdilan turun jadi 30,8 persen
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019