Menguatkan strategi pemberantasan narkoba

3 Februari 2019 17:06 WIB
Menguatkan strategi pemberantasan narkoba
Dokumentasi - Barang bukti narkoba jenis ekstasi dan para tersangka dihadirkan dalam rilis kasus narkotik jaringan internasional di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (1/8/2018). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pras.)
Jakarta (ANTARA News) - Setelah drama penggeberekan terhadap sebuah truk pengangkut ganja dapat diselesaikan secara cepat dengan sasaran tepat di Bogor, Jawa Barat, Kamis (31/1), fakta berikutnya yang mencengangkan terkuak.

Pertama, dari segi jumlah ganja kering siap edar yang diangkut ternyata mencapai sekitar 1,5 ton. Jumlah itu sangat banyak dan bandarnya pasti kelas kakap yang memiliki jaringan kuat serta berpengalaman mengelabui atau menyiasati jaring-jaring pengamanan oleh aparat sepanjang perjalanan dari Aceh ke Bogor.

Kedua, ternyata jaringan itu dikendalikan oleh orang yang sedang mendekam di lembaga pemasyarakatan (lapas). Kata polisi transaksi ganja sebanyak itu dikendalikan oleh Parman, seorang narapidana kasus narkotika yang mendekam di LP Kebon Waru, Bandung.

Keberhasilan menguak kasus ini tentu patut diacungi jempol. Publik berharap semakin baik kemampuan aparat keamanan membongkar kasus-kasus seperti itu.

Temuan bahwa transaksi narkotika dikendalikan dari dalam lapas bukan hanya kali ini saja. Tak sedikit kasus serupa telah diungkap aparat terkait.

Tak sedikit telah berhasil dikuak adanya pengiriman narkoba ke lapas. Dengan beragam cara dan strategi barang itu diselundupkan dan diselipkan di antara makanan atau barang lain.

Memang menjadi pertanyaan mengapa di dalam lapas yang notabane orang memiliki atau mendapat keterbatasan gerak dan aktivitas justru bisa melakukan bisnis barang haram. Bahkan tak sedikit yang bisa mengendalikan bisnis narkotika untuk transaksi di luar lapas dalam volume sangat besar.

Yakin bahwa aparat sudah bekerja keras untuk memerangi narkoba yang ditransaksikan di dalam lapas maupun di luar lapas, namun dengan adanya fakta yang telah dikuak, tampaknya kesadaran baru perlu dimiliki. Yakni, sistem pengamanan yang selama ini diterapkan secara ketat masih bisa dibobol sindikat.

Bahkan, untuk lapas yang dipandang publik sebagai tempat yang menyeramkan sekalipun terjadi transaksi narkoba. Publikpun menyoroti bagaimana pengamanan sebenarnya di lapas?

Diyakini bahwa aparat sudah bekerja keras mengantisipasi berbagai kemungkinan terjadinya peredaran narkoba. Namun  harus disadari bahwa orang-orang yang terlibat dalam jaringan peredaran narkoba adalah orang-orang yang telah terlatih dan berpengalaman.

Di sini tampak jelas, langkah-langkah pemberantasan kejahatan oleh aparat selalu diiringi dengan kelihaian penjahat untuk menjebol sistem pengamanan dan pemberantasan itu. Bukan hanya di komik, sinetron atau film, dalam dunia nyata itu juga terjadi.

Penjahat selalu mencari celah untuk membobol tembok pengamanan yang berlapis-lapis sekalipun, kemudian mencari celah untuk bisa lolos. Juga selalu mengevaluasi atas strategi yang dilakukan dan mencermati strategi pengamanan oleh aparat.

Pun demikian dengan terjadinya peredaran narkoba di dalam lapas. Sudah dilakukan penjagaan yang ketat, tetapi masih bisa dibobol oleh sindikat.

Simak saja adanya transaksi narkoba di lapas di Pulau Nusakamangan, Cilacap, Jawa Tengah. Pada Rabu, 7 November 2018 aparat Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Cilacap berhasil mengungkap kasus peredaran sabu-sabu yang diduga dikendalikan oleh narapidana salah satu lembaga pemasyarakatan di Pulau Nusakambangan.

Terungkapnya kasus ini, menurut Kepala BNNK Cilacap AKBP Triatmo Hamardiyono, berkat informasi dari masyarakat yang mencurigai adanya peredaran sabu-sabu di Kelurahan Gumilir, Kecamatan Cilacap Utara. Informasi tersebut segera ditindaklanjuti petugas BNNK Cilacap dengan melakukan penyelidikan hingga akhirnya menangkap seorang pria yang dicurigai sebagai pengedar sabu-sabu.

Pria berinisial KPS alias Igor itu ditangkap di rumahnya, Jalan Bisma, Kelurahan Gumilir, Kecamatan Cilacap Utara, pada hari Senin (5/11). Saat dilakukan penggeledahan, ditemukan barang bukti berupa empat paket kecil berisi narkotika jenis sabu-sabu.

Barang bukti tersebut selanjutnya disita untuk keperluan penyidikan. Selain empat paket kecil berisi sabu-sabu, petugas juga menyita barang bukti lainnya berupa buku tabungan salah satu bank beserta kartu anjungan tunai mandiri (ATM) serta dua unit telepon seluler yang biasa digunakan untuk bertransaksi.

Saat menjalani proses penyidikan, tersangka KPS mengaku sabu-sabu tersebut berasal dari Tangerang melalui dua orang kurir, yakni S alias Mame, warga Jalan Langkap, Kelurahan Gumilir, dan R yang diketahui sebagai warga Kroya, Kabupaten Cilacap.

Kedua kurir tersebut telah ditetapkan sebagai buronan atau masuk DPO (daftar pencarian orang). Berkaitan dengan pengakuan tersangka bahwa barang tersebut diduga dikendalikan oleh narapidana salah satu lapas di Pulau Nusakambangan, masih melakukan pendalamaan dan koordinasi dengan pihak Lapas Nusakambangan.

KPS bakal dijerat Pasal 114 ayat 1 dan Pasal 112 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman paling singkat lima tahun penjara dan paling lama 20 tahun penjara dengan denda minimal Rp1 miliar.



Penghuni Lapas

Keberadaan transaksi narkoba di dalam lapas maupun dikendalikan dari lapas tampaknya tidak lepas dari fakta bahwa di dalam lapas memang banyak penghuni yang berlatar belakang kasus narkoba. Selain itu, para bandar dan anggota jaringan sindikat yang sedang menjalani hukuman.

Simak data yang disampaikan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sri Puguh Budi Utami saat melantik Ikatan Pembina Kemasyarakatan Indonesia (Ipkemindo) wilayah Jawa Tengah di Semarang, Kamis (31/1).

Dari sekitar 259 ribu penghuni lapas dan rutan di Indonesia, 115 ribu orang di antaranya adalah orang-orang yang tersangkut kasus narkotika.

Dari jumlah penghuni yang tersangkut kasus narkotika itu, 46 ribu orang di antaranya merupakan penggunan narkotika yang seharusnya direhabilitasi. Sebanyak 46 ribu pecandu narkotika yang seharusnya direhabilitasi itu menyesaki berbagai lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan di Indonesia.

Undang Undang Narkotika memang memberi mandat bahwa seharusnya para pengguna narkotika ini direhabilitasi. Persoalannya adalah selama puluhan ribu pengguna ini masih menjalani hukuman di dalam lapas, mereka pasti akan mencari pemenuhan kebutuhan mereka akan narkoba dengan cara apa pun.

Karena itu, peredaran narkotika di dalam lapas masih akan terjadi jika para pengguna ini masih berada di dalamnya. Selama pengguna masih di dalam lapas, kemudian ada oknum yang lemah integritasnya capeklah upaya melepaskan mereka dari ketergantungan.

Para pengguna tersebut sebenarnya memungkinkan untuk direhabilitasi di dalam lapas. Namun rehabilitasi kesehatan dan sosial itu belum didukung dengan sumber daya lainnya.

Tantangannya adalah tingkat hunian lapas dan rutan dari waktu ke waktu tidak pernah turun. Jika para pengguna ini menjalani rehabilitasi maka tingkat kepadatan 522 lapas dan rutan yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia tentu akan berkurang.

Maka para pembina kemasyarakatan, sangat penting dalam upaya mengurangi kepadatan lapas dan rutan. Pembina kemasyarakatan berperan penting dalam menentukan pengurangan masa hukuman warga binaan.



Berat

Saat ini dengan banyaknya tahanan kasus narkoba tampaknya tugas pembinaan di lapas dan rutan benar-benar tidak ringan. Apalagi kalau kasus narkoba semakin banyak.

Untuk mengurangi jumlah tahanan narkoba tentu dengan menekan jumlah pemakai narkoba. Maka perang terhadap narkoba perlu semakin diintensifkan dengan pencegahan, disamping penindakan.

Banyak kalangan, baik pemerintah maupun elemen masyarakat mengakui bahwa Indonesia sudah darurat narkoba. Sisi-sisi kehidupan dan lokasi atau tempat yang diduga bersih narkoba, ternyata ada oknumnya yang terlibat.

Keberadaan oknum itu semakin menambah runyam pemberantasan narkoba. Maka entah kapan Indonesia bisa bebas narkoba kalau masih ada oknum yang berada di dalam sindikat.

Karena itu, perang untuk mengakhiri kedaruratan narkoba perlu lebih terpadu. Hal itu karena peredaran narkoba dikhawatirkan terus marak dan sindikatnya berani mengirim dalam jumlah ratusan kilogram, bahkan ton melalui jalur-jalur yang sebenarnya ada infrastruktur pengawasan, misalnya, di bandara dan pelabuhan.

Mengingat dalam banyak kasus terungkap bahwa peredaran narkoba dikendalikan dari lapas, maka pengawasan ketat di lapas mutlak untuk ditingkatkan. Misalnya, menyangkut barang-barang yang masuk ke lapas.

Peredaran narkoba tampak sangat tergantung dengan keberadaan sarana komunikasi. Penjualan dan sindikatnya mengandalkan sarana komunikasi, seperti telepon genggam.

Dengan sarana komunikasi, bandar bisa mengatur transaksi, dari pemesanan hingga pengiriman dan peredarannya. Meski ia berada di lapas, berdasarkan kasus yang telah terungkap, pengaturan transaksi bisa dilakukan dengan telepon genggam.

Kalau saja persoalan komunikasi ini bisa di atasi, niscaya salah satu mata rantai perdagangannya bisa terputus. Diyakini bahwa aparat melakukan penjagaan ketat di pintu-pintu masuk lapas, tetapi perlu disimak bahwa kasus peredaran narkoba masih terjadi.

Aparat keamanan juga sering melakukan razia terhadap penghuni lapas dan rutan untuk mengantisipasi peredaran narkoba dan adanya sarana komunikasi. Tetap saja, tak sedikit kasus yang terungkap bahwa bandar narkoba masih bisa mengendalikan binsisnya dari balik jeruji.

Transaksi narkoba --apalagi dalam jumlah besar-- tentu menggunakan sarana yang memadai. Aparat dalam razianya, tak jarang menemukan kartu-kartu ATM dan buku tabungan di dalam lapas dan rutan.

Kemajuan teknologi, di satu sisi, banyak membantu orang melakukan transaksi keuangan. Selain dengan ATM, orang juga bisa menggunakan platform komunikasi lainnya, seperti SMS banking, internet dan mobile banking.

Di sisi lain, dengan teknologi yang makin canggih itu, arus transaksi keuangan oleh orang-orang yang terlibat kasus narkoba dan memiliki tabungan atau meminjamnya dari orang lain, tentu bisa juga dilacak. Bahkan apabila transaksi itu dengan mobile, internet atau SMS banking sekalipun.

Kerja keras aparat dalam memberantas peredaran narkoba selama ini tentu patut terus didukung dan diapresiasi. Namun, juga harapan besar disandarkan karena semakin beragamnya modus-modus dan akal bulus mengedarkan barang haram itu.*


Baca juga: Tembak mati belum berikan efek jera bagi pengedar narkoba lainnya

Baca juga: Mencegah peredaran narkoba ke "bumi flobamora"

Baca juga: Berantas narkoba dengan penegakan hukum dan pemberdayaan



 

Pewarta: Sri Muryono
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019