Tarif MRT Rp8.500 dinilai masih batas kewajaran

5 Februari 2019 12:37 WIB
Tarif MRT Rp8.500 dinilai masih batas kewajaran
Ilustrasi kondisi lorong bawah tanah jaringan MRT di Jakarta. (www.jakartamrt.co.id/mrt-jakarta)

... murah atau mahal itu relatif, tetapi ini masih wajar...

Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Transportasi Universitas Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menyatakan, usulan tarif MRT Jakarta sebesar Rp8.500 per 10 kilometer masih wajar.

"Tarif murah atau mahal itu relatif, tetapi ini masih wajar," kata dia, ketika dihubungi Antara di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, ada sejumlah aspek yang harus dipertimbangkan pihak manajemen dalam menentukan tarif, yaitu bagaimana tingkat kemampuan masyarakat untuk membayar, serta bagaimana tingkat kemauan warga untuk membayar.  

Ia menegaskan, transportasi umum seperti MRT perlu untuk disubsidi pemerintah.

Bahkan, ia mengingatkan, di sejumlah kota di dunia sudah ada yang sampai menggratiskan transportasi umumnya.

Bila dibandingkan dengan tarif KRL, ujar dia, maka hal itu berbeda karena infrastruktur KRL sudah ada dasarnya dari dulu, sedangkan MRT dibangun dari nol.

Salah satu yang disasar dari pembangunan dan operasionalisasi sistem transportasi umum berbasis rel adalah mengurangi kemacetan di jalan raya, yang oleh banyak badan menimbulkan kerugian terukur hingga puluhan triliun rupiah setahun.

Kerugian itu makin besar jika dimasukkan parameter kerugian tidak terukur, mulai dari kesehatan-kualitas hidup manusia, kualitas lingkungan hidup dan konservasinya, hingga potensi bisnis yang bisa diraih.

Baca juga: MRT dinilai jadi tren moda transportasi Jakarta

Baca juga: Pemprov DKI sedang proses penghitungan tarif MRT

Baca juga: Satu kali perjalanan MRT bisa habiskan Rp30.000


Sebelumnya, Manajemen PT Moda Raya Transportasi (MRT) mengusulkan tarif sebesar Rp8.500 per 10 kilometer kepada Pemprov DKI Jakarta dan masih menunggu persetujuan.

Menurut Direktur Utama MRT Jakarta, William Sabandar, di Jakarta, Rabu (30/1), sebenarnya biaya dana yang dibutuhkan satu orang dalam satu perjalanan sekitar Rp30.000 per orang. "Namun hal tersebut tidak bisa dibebankan pada masyarakat," kata dia.

Mengingat masih cukup banyak kekurangan tersebut, kata William, pihaknya berupaya mengembangkan bisnis untuk memenuhi kekurangan pendapatan pada tiket.

Direktur Pengembangan Bisnis PT MRT, Ghamal Peris, menyebutkan, setidaknya ada tiga strategi pengembangan bisnis yang dilakukan pihak MRT untuk menutup kekurangan biaya operasional itu.

Pertama, adalah kemitraan nama stasiun dengan sistem sponsorship dengan kontrak selama lima tahun pada perusahaan yang berjarak 700 meter dari stasiun.

Kedua, adalah area komersial di stasiun bagi perusahaan retail. Saat ini sudah ada 15 mitra retail yang telah bergabung di 10 stasiun pada tahap satu.

Sedangkan yang ketiga, adalah penyediaan 16 lokasi untuk UMKM di lima stasiun yakni Lebak Bulus (enam UMKM), Haji Nawi (satu UMKM), Blok A (satu UMKM), Fatmawati (enam UMKM) dan Dukuh Atas (dua UMKM).

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019