Sepekan bekerja, tim yang terdiri dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Pejabat Pengawas Lingkungan Kehutanan (PPLK) berhasil mengantongi sejumlah nama perusahaan yang diduga melakukan pertambangan bauksit secara ilegal di pulau-pulau dan daratan Bintan.
Tim verifikasi lapangan yang sejak sepekan berada di Bintan berhasil mengantongi 18 nama perusahaan yang melakukan pertambangan bauksit di kawasan hutan lindung dan merusak lingkungan. Dari belasan nama perusahaan itu, KLHK mengkategorikannya menjadi tiga bagian, yakni perusahaan koorporasi, unit usaha dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dirjen Gakkum) KLHK Sustyo Iriyono yang memimpin operasi penegakan hukum di Bintan, Minggu (10/2), mengatakan pengumpulan barang bukti terus dilakukan. Sepanjang pengumpulan barang bukti, seluruh aktivitas tambang bauksit di pulau-pulau dan daratan Bintan dihentikan.
Penghentian aktivitas dilakukan dengan cara menyegel alat berat, lokasi tambang dan pelabuhan.
"Kami bergerak cepat, tidak ada beban dalam bertugas. Hasilnya pasti maksimal, karena saya yakin Allah melindungi kami dan alam mendoakan kami," tegasnya.
Pria yang tidak pernah melepas kalung zikirnya itu menegaskan pihaknya sudah hampir mencapai puncak pengungkapan kasus perusakan hutan dan lingkungan. Pihaknya memiliki orang-orang yang setiap hari menyampaikan informasi, tetapi cara kerjanya memang tidak terlihat.
Hari Minggu (10/2), menurut dia, tiga lokasi pertambangan di Pulau Koyang, Buton dan Tanjung Elong disegel penyidik KLHK. Pulau-pulau tersebut ternyata masuk dalam kawasan hutan lindung dan kegiatan pertambangan di dalamnya diduga telah merusak lingkungan.
Perusahaan yang diduga melakukan penambangan ilegal di Tanjung Elong yakni PT Demor Bintan Jaya mengajukan ijin untuk menjalankan investasi pertanian dan kolam ikan. Namun di lokasi tersebut hanya terdapat alat berat dan batu bauksit hasil pengerukan yang menumpuk di berbagai kawasan di pulau itu, meski saat tim penyelidik datang tidak terlihat aktivitas penambangan bauksit.
Sustyo mengatakan petugas juga tidak menemukan lokasi pertanian dan kolam ikan. Yang terlihat hanya tiga pekerja, dua di antaranya pria yang sempat berlalu-lalang di lokasi penyegelan dan seorang wanita melarikan diri ketika melihat petugas menghampiri.
"Mungkin mereka informan pihak perusahaan. Tidak apa-apa, nanti pihak perusahaannya yang berhadapan dengan penyidik," katanya.
Penyelidikan sebelumnya dilakukan tim yang berjumlah 25 orang dan didampingi empat anggota TNI AD itu ke Pulau Koyang dan Pulau Buton. Pulau Koyang masuk kawasan hutan lindung dan di lokasi ini juga aktivitas pertambangan bauksit kini telah berhenti.
Sustyo mengatakan aktivitas pertambangan harus dihentikan ketika sudah disegel penyidik. Membuka segel akan dikenakan sanksi berat. Perusahaan yang melakukan pertambangan bauksit di Pulau Buton yakni CV Sua Karya Mandiri, sedangkan di Pulau Koyang CV Gemilang Mandiri Sukses.
"Tidak dibenarkan melakukan aktivitas tambang di pulau-pulau itu, sudah ada peraturannya. Kalau ada pihak yang mengeluarkan ijin, itu sudah tidak benar. Nanti akan terungkap siapa melakukan apa," tegasnya.
Lebih lanjut Sustyo mengatakan bahwa pertambangan bauksit di pulau-pulau tersebut tidak hanya merusak dan mengganggu ekosistem di darat, tetapi juga dapat mematikan ekosistem di laut. Karena itu, pemerintah melarang aktivitas tersebut.
"Di darat ada tumbuhan dan hewan, termasuk di laut ada hewan dan terumbu karang. Kalau dicemari limbah, pasti ikan mati atau pergi," katanya.
Kehadiran tim KLHK terendus oleh pelaku pertambangan bauksit. Berdasarkan informasi yang diperoleh Antara, sejumlah perusahaan sudah menarik alat berat dari lokasi tambang yang akan disegel tim.
Tim pun sudah menyadari hal itu. Namun yang terpenting lokasi pertambangan mereka sudah didata dan tim bisa mengantongi nama perusahaan dan nama pelaku.
"Mereka harus bertanggung jawab," katanya.
Tembeling "dikeroyok"
Sejumlah perusahaan "mengeroyok" lahan yang mengandung bauksit di Tembeling, Kecamatan Teluk Bintan, Bintan. Setelah mengeksploitasi lahan di sana, pelaku pertambangan bauksit di lokasi itu meninggalkannya.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bintan sedianya penyiapkan lokasi yang ditambang tersebut sebagai kawasan pertamanan. Namun lahan tersebut sekarang dalam kondisi rusak parah.
Dari pantauan Antara, aktivitas pertambangan bauksit di Tembeling berhenti sejak beberapa hari lalu. Sejumlah warga mengatakan aktivitas pertambangan berhenti lantaran stok bauksit sudah banyak.
Perusahaan itu menunggu antrean agar bauksit-bauksit mereka untuk dimasukkan ke dalam kapal tongkang.
"Iya, sudah berhenti beberapa hari lalu. Kami tidak tahu apakah akan kembali beraktivitas atau tidak," kata sejumlah warga Tembeling, di sekitar Polsek Teluk Bintan, Sabtu (9/2).
Aktivitas pertambangan bauksit di Tembeling dilakukan dua perusahaan yang lokasinya berada di dekat Mapolsek Teluk Bintan, kantor camat, kantor kelurahan, Bumi Perkemahan Pramuka dan Kantor Sistem Produksi Air Minum.
Salah seorang pelaku pertambangan bauksit di Tembeling bernama Amin mengaku memiliki ijin untuk melakukan investasi di kawasan tersebut. Namun ijin tersebut bukan untuk melakukan pertambangan bauksit melainkan membangun kolam air bersih.
"Ya, pada saat kami mengeruk kolam ada bauksit. Jadi kami jual," ujarnya berdalih.
Ia mengatakan kolam tidak dapat dikeruk lagi lantaran warga meminta kompensasi tambahan. "Ya, bagaimana kami mau perbaiki, kalau warga minta kompensasi".
Amin tidak menjawab ketika ditanya apakah niatnya membuka usaha di Tembeling untuk membangun kolam air bersih atau hanya sekadar alasan untuk mengeruk batu bauksit.
Baca juga: Memburu pertambangan bauksit ilegal
Baca juga: Oknum polisi terlibat penambangan ilegal ditindak tegas
Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2019