• Beranda
  • Berita
  • AJI Jakarta kutuk kekerasan jurnalis saat Munajat 212

AJI Jakarta kutuk kekerasan jurnalis saat Munajat 212

22 Februari 2019 18:25 WIB
AJI Jakarta kutuk kekerasan jurnalis saat Munajat 212
Sejumlah jurnalis melakukan aksi solidaritas menolak kekerasan terhadap wartawan di depan kantor Mapolresta Bogor Kota, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (2/6/2018). Aksi solidaritas yang dilakukan oleh gabungan sejumlah aliansi jurnalis tersebut menyikapi aksi intimidasi oleh seklompok salah satu oknum partai politik dengan cara persekusi dan kekerasan terhadap rekan jurnalis Radar Bogor. (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)
Jakarta (ANTARA News) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta?mengutuk aksi kekerasan, intimidasi, dan persekusi oleh sekelompok massa saat berlangsungnya kegiatan Munajat 212 di Lapangan Monas pada Kamis malam (21/2).

Koordinator Liputan CNN Indonesia TV, Joni Aswira yang berada di lokasi turut memberikan kesaksiannya mengenai kejadian tersebut.

"Malam itu, belasan jurnalis dari berbagai media berkumpul di sekitar pintu masuk VIP, dekat panggung acara. Mereka menanti sejumlah narasumber yang datang untuk diwawancarai," kata Joni.

Namun, kata Joni, tiba-tiba di tengah selawatan sekitar pukul 21.00 WIB, terjadi keributan. Massa terlihat mengamankan seseorang. Saat itu, beredar kabar ada copet tertangkap.

Para jurnalis yang berkumpul langsung mendekati lokasi kejadian. Beberapa di antaranya merekam, termasuk jurnalis foto CNN Indonesia TV.

"Kamera jurnalis CNN Indonesia TV cukup mencolok sehingga menjadi bahan buruan sejumlah orang. Massa yang mengerubungi bertambah banyak dan tak terkendali. Beberapa orang membentak dan memaksa jurnalis menghapus gambar kericuhan yang sempat terekam beberapa detik," katanya.

Saat sedang menghapus gambar, Joni mendengar ucapan bernada intimidasi dari arah massa. "Kalian dari media mana? Dibayar berapa? Kalau rekam yang bagus-bagus aja, yang jelek enggak usah!"

Nasib serupa juga dialami wartawan Detikcom. Saat sedang merekam, dia dipiting oleh seseorang yang ingin menghapus gambar. Namun, dia tak mau menyerahkan ponselnya.

Massa kemudian menggiring wartawan Detikcom ke dalam tenda VIP sendirian. Meski telah mengaku sebagai wartawan, mereka tetap tak peduli. Di sana, dia juga dipukul dan dicakar, selain dipaksa jongkok di tengah kepungan belasan orang.

Namun akhirnya ponsel wartawan tersebut diambil paksa. Semua foto dan video di ponsel tersebut dihapus. Bahkan aplikasi WhatsApp pun dihapus, diduga agar pemilik tak bisa berkomunikasi dengan orang lain.

Usai kejadian itu, korban langsung melapor ke Polres Jakarta Pusat dan melakukan visum.

Jurnalis CNNIndonesia.com yang meliput di lokasi kejadian ikut menjadi saksi kekerasan tersebut. Sementara jurnalis Suara.com yang berusaha melerai kekerasan dan intimidasi itu terpaksa kehilangan ponselnya.

AJI Jakarta menilai tindakan massa menghapus rekaman video maupun foto dari kamera jurnalis CNN Indonesia TV dan Detikcom adalah perbuatan melawan hukum.

Mereka telah menghalang-halangi kerja jurnalis untuk memenuhi hak publik dalam memperoleh informasi, demikian disampaikan Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani Amri dalam keteranganya di Jakarta, Jumat.

Dijelaskannya bahwa Pasal 8 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan, dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum. Kerja-kerja jurnalistik itu meliputi mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan kepada publik.

Selain itu, mereka juga bisa dijerat pasal pidana yang merujuk pada KUHP, serta Pasal 18 UU Pers, dengan ancaman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta.

Kasus intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis yang melibatkan sekelompok massa tidak hanya terjadi kali ini saja. Sebelumnya massa pernah melakukan pemukulan terhadap jurnalis Tirto.id Reja Hidayat pada Rabu, 30 November 2016.

Atas intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis tersebut, AJI Jakarta menyerukan dan menyatakan:
1. Mengecam keras tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap para jurnalis yang sedang liputan Munajat 212.
2. Mendesak aparat kepolisian menangkap para pelaku dan diadili di pengadilan hingga mendapatkan hukuman seberat-beratnya agar ada efek jera. Sehingga kasus serupa tak terulang di masa datang.
3. Mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis sebelumnya. Sebab, hingga kini belum ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang tuntas sampai pengadilan.
4. Mengimbau masyarakat agar tidak melakukan intimidasi, persekusi dan kekerasan terhadap jurnalis yang sedang liputan.

Baca juga: Dewan Pers minta polisi memproses hukum pelaku kekerasan terhadap jurnalis
Baca juga: PWI kecam kekerasan terhadap jurnalis di Munajat 212

 

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019