• Beranda
  • Berita
  • Pratinjau final, dua tim peringkat kedua berebut jadi nomor wahid

Pratinjau final, dua tim peringkat kedua berebut jadi nomor wahid

26 Februari 2019 08:29 WIB
Pratinjau final, dua tim peringkat kedua berebut jadi nomor wahid
Gerbang yang dipakai pemain memasuki lapangan Stadion Nasional, Phnom Penh, Kamboja, dalam kejuaraan Piala AFF U-22. (ANTARA/Gilang Galiartha)
Phnom Penh (ANTARA News) - Kejuaraan Piala AFF U-22 yang digelar sejak 17 Februari di ibu kota Kamboja, Phnom Penh, tanpa terasa telah memasuki lembaran terakhir.

Di partai final Indonesia akan berhadapan dengan Thailand untuk memperebutkan trofi kejuaraan yang secara resmi baru pertama kali digelar oleh federasi sepak bola ASEAN tersebut.

Thailand secara tidak resmi adalah tim yang berstatus sebagai juara bertahan, mengingat Negeri Gajah Putih itu meraih trofi Piala AFF U-23, kompetisi usia muda yang pernah digelar pada 2005 silam namun tak berkelanjutan meski direncanakan sebagai turnamen empat tahunan.

Namun status itu agaknya tak patut untuk tetap disematkan di pundak Thailand, bukan saja karena sudah berusia 14 tahun lamanya, tetapi juga lantaran sang nakhoda Timnas Thailand U-22 Alexandre Gama memilih untuk tidak mengungkitnya.

Jika ada status yang patut disandang adalah, Thailand dan Indonesia sama-sama finalis yang berangkat sebagai penghuni kedua klasemen akhir fase penyisihan grup masing-masing.

Thailand tampil lebih meyakinkan di fase penyisihan grup dengan hanya membutuhkan dua pertandingan pertama untuk memastikan satu tiket ke babak semifinal, usai menang 1-0 atas Timor Leste dan 3-0 melawan Filipina.

Namun kemudian, Thailand harus berakhir sebagai peringkat kedua karena di laga pamungkas penyisihan Grup A bermain imbang nirgol melawan Vietnam. Pasalnya walau keduanya sama-sama memiliki total tujuh poin namun Pasukan Naga Emas berada di puncak bermodalkan selisih surplus lima gol dibandingkan surplus empat gol milik Thailand.

Konsekuensinya, di babak semifinal Thailand harus menghadapi tuan rumah Kamboja yang sejak laga kedua bukan saja telah memastikan kelolosan mereka tetapi juga status sebagai juara Grup B.

Di partai semifinal, Thailand harus berjibaku di hadapan 28.168 penonton yang memadati tribun Stadion Nasional, dan tentunya lebih dari 80 persen adalah publik tuan rumah yang memberikan langsung dukungan kepada para pemudanya untuk bisa mencapai partai final.

Setelah 90 menit berjuang, rupanya belum ada gol tercipta, skor yang kemudian tetap bertahan meski pertandingan telah melewati dua kali 15 menit babak tambahan.

Maka, drama adu penalti dilakukan dan lima dari lima algojo yang diutus Gama sukses melakukan tugasnya dengan baik.

Sebaliknya, penyerang Narong Kakada yang menjadi penendang ketiga Kamboja melepaskan tendangan yang terlalu tinggi dan hanya membentur bagian atas mistar gawang.

Akibatnya, penendang kelima Kamboja tak pernah mendapatkan kesempatan melakoni tugasnya ketika algojo kelima Thailand, bek Marco Ballini, melepaskan tendangan keras yang meski sempat tertepis kiper Hul Kimhuy namun tetap melesak ke dalam gawang dan memastikan kemenangan 5-3 bagi tim besutan Gama.

Thailand bakal menantang Indonesia, yang lebih dulu memastikan satu tempat di final karena melakoni laga semifinal lebih awal.

Berbeda dengan Thailand yang melaju mulus di fase penyisihan grup, Indonesia sempat tertatih-tatih tampil di dua laga awal Grup B, sesuatu yang juga diamini oleh sang pelatih Indra Sjafri.

Menghadapi Myanmar di laga pertama Indonesia tertinggal saat baru merasakan 13 menit debut di kejuaraan usia muda AFF tersebut, sebelum meraup hasil imbang 1-1 lewat bek Rachmat Irianto yang mencetak gol penyama kedudukan.

Di laga kedua, Indonesia bertemu dengan Malaysia, negeri tetangga yang selalu menjadi seteru sengit mereka terutama saat berhadapan di atas lapangan hijau. Dua kali memimpin lewat gol Marinus Wanewar dan Witan Sulaiman, kemenangan tergelincir dari genggaman tangan Indonesia, sebagaimana Muhammad Hadi Fayyadh Abdul Razzak mencetak gol penyama kedudukan hanya empat menit jelang waktu normal usai, memaksakan hasil imbang 2-2.

Situasi dua kali imbang tersebut membuat Indonesia berada dalam posisi yang lebih tertekan di laga pamungkas menghadapi Kamboja, seolah-olah tekanan dari padatnya para pendukung tuan rumah belum cukup.

Namun, bak seseorang yang tengah terpojok, Indonesia malah mengeluarkan kemampuan terbaiknya untuk membungkam Kamboja 2-0 sekaligus memastikan diri lolos ke semifinal sebagai peringkat kedua klasemen akhir Grup B dengan koleksi lima poin di bawah tuan rumah yang sudah lebih dulu mengantongi enam poin.

Sebagai peringkat kedua Grup B Indonesia dihadapkan pada tantangan berat melawan juara Grup A Vietnam yang ditambah hambatan lain berupa cedera punggung yang menghinggapi bek tengah sekaligus kapten mereka Andy Setyo Nugroho yang membuatnya harus menepi hingga turnamen berakhir.

Di semifinal, Indonesia seolah hanya memiliki kemampuan untuk bermain rapih di 10-15 menit awal tiap babaknya dan sepanjang laga lebih banyak berada dalam tekanan Vietnam.

Pertandingan yang perlahan menjurus menjadi festival kontak fisik dan pelanggaran itu kemudian diwarnai hujan kartu kuning yang delapan kali dikeluarkan wasit Thant Zin Oo sepanjang laga, enam di antaranya ditujukan untik pemain Indonesia.

Indra mengakui penampilan anak-anak asuhnya kurang maksimal, namun ia menilainya cukup mampu untuk merespon permainan Vietnam sebelum kemudian eksekusi tendangan bebas Muhammad Luthfi Kamal Baharsyah menjadi penentu kemenangan Indonesia sekaligus langkah mereka ke final.

Maka partai final Piala AFF U-22 yang digelar di Stadion Nasional, Phnom Penh, Kamboja, bakal menjadi panggung lakon dua tim peringkat kedua di fase grup masing-masing berebut menjadi nomor wahid di kejuaraan tersebut.


Final kedua Indra di AFF

Indra Sjafri merupakan sosok yang namanya melambung di dunia kepelatihan sepak bola Indonesia semenjak medio 2013 silam. Panggung yang membesarkan namanya adalah Piala AFF U-19 2013, ketika itu Indonesia berstatus tuan rumah.

Saat itu, tim Indra yang berporos pada Evan Dimas Darmono sukses melenggang hingga partai final dan akhirnya mengalahkan Vietnam lewat adu penalti 7-6 setelah bermain imbang tanpa gol di waktu normal.

Pencapaian itu bukan saja luar biasa karena diraih dengan menghapuskan status tak terkalahkan yang dimiliki Vietnam dalam perjalanan mereka menuju final, tetapi juga menyudahi paceklik gelar bergengsi bagi sepak bola Indonesia yang telah berlangsung selama dua dasawarsa lebih.

Kini, bersama Timnas U-22 yang dilatihnya sejak Desember 2018, Indra kembali berada di partai puncak kejuaraan sepak bola Asia Tenggara untuk kali kedua, namun di kelompok usia yang berbeda.

Indra mengaku bertekad agar capaiannya tidak berhenti pada final kedua di skala AFF semata, tetapi juga mempersembahkan gelar juara kedua bagi Indonesia.

"Mudah-mudahan tak hanya final kedua. Semoga ini juara kedua saya di usia yang berbeda," kata Indra selepas memimpin latihan di Stadion Nasional, Phnom Penh, Senin pagi.

Tentu saja jalan yang dilalui Indra bersama Timnas U-22 tidak mudah menuju partai puncak kali ini.

Semenjak masa persiapan, Garuda Muda sudah dibayangi ancaman yang menjadi kenyataan yakni tak diizinkannya tiga pemain pilihan Indra yang tengah meniti karier di luar negeri.

Gelandang andalan Indra semasa kepelatihan keduanya di Timnas U-19, Egy Maulana Vikri, yang bermain untuk klub Polandia Lechia Gdansk dan serta pemain sayap Saddil Ramdhani yang berada di klub Malaysia, Pahang FA, merupakan pukulan terberat bagi kedalaman skuat Indra di Kamboja.

Sedangkan untuk gelandang serang Ezra Walian yang bermain di klub Belanda RKC Waalwijk, Indra mengaku belum mengetahui seberapa efektif pemain naturalisasi itu dengan skema permainan yang ia terapkan, sehingga tak terlalu menjadi masaah baginya.

Sementara Indra mengaku sudah legawa dengan keputusan Lechia Gdansk dan RKC Waalwijk tak memberikan izin Egy serta Ezra untuk pulang ke turnamen yang bukan menjadi bagian kalender resmi FIFA, pelatih berusia 56 tahun itu sedikit terganggu dengan keputusan Pahang soal Saddil.

Pasalnya, Pahang berlaku berbeda kepada dua pemainnya yang lain yakni Dinesh Rajasingam dan Kogileswaran Raj Mohana Raj yang diizinkan meninggalkan klub untuk bergabung dengan Timnas Malaysia U-22.

PSSI bahkan turun tangan untuk menyurati asosiasi sepak bola Malaysia, FAM, terkait Saddil dan Pahang, meski nyatanya hingga Piala AFF U-22 bergulir dan tinggal menyisakan dua laga pemungkas tak ada kejelasan soal upaya tersebut.

Belakangan, Malaysia yang diperkuat dua pemain Pahang langkahnya terhenti di fase grup sedangkan Indonesia yang tanpa Saddil sukses melenggang hingga final.

Secara khusus Indra bahkan menyebut ketidakhadiran Egy dan Saddil sebagai cobaan sarat hikmah, karena ia berkesempatan untuk mendapatkan gambaran lebih banyak tentang kualitas-kualitas pemain yang bakal menjadi bekal untuk membentuk tim menghadapi fase kualifikasi Piala Asia U-23 di Vietnam, pada Maret mendatang.

Bahkan, ketika Garuda Muda kembali dihantam cobaan dengan cedera yang membekap sang kapten Andy Setyo Nugroho usai laga kedua, itu justru memunculkan kesempatan bagi pasangan Nurhidayat Haji Haris dan Bagas Adi Nugroho untuk berduet sebagai palang pintu pertahanan Indonesia.

Nyatanya, duet Nurhidayat dan Bagas Adi sukses mengawal gawang Indonesia agar tetap suci dari gol di dua laga mereka diturunkan.

Sedangkan di lini serang, Marinus Wanewar muncul menunjukkan aspek kebintangannya. Ia mencetak dua gol ke gawang Kamboja untuk memastikan tiket semifinal bagi Indonesia dan tampil begitu dewasa kendati menjadi sasaran provokasi di laga semifinal kontra Vietnam.

Dari 22 pemain yang sudah diturunkan Indra sepanjang empat pertandingan di Piala AFF U-22, tiga nama selalu tampil 90 menit penuh di setiap laganya, yakni bek kanan Asnawi Mangkualam Bahar, gelandang pengatur serangan Muhammad Luthfi Kamal Baharsyah dan sayap Osvaldo Ardiles Haay.

Luthfi menjadi bintang pencetak gol kemenangan di semifinal lewat eksekusi tendangan bebasnya, Asnawi tampil konsisten mengawal areanya sembari membantu serangan di setiap laga dan Osvaldo kerap menciptakan peluang meski kurang beruntung mencatatkan namanya di papan skor.

Firza Andika yang sempat memulai dari bangku cadangan di laga pertama berhasil menahbiskan diri menjadi pilihan utama Indra di posisi bek kiri. Gian Zola Nasrulloh Nugraha selalu menjadi pilihan utama di lini serang kedua Garuda Muda dan tampil kontributif dengan siapapun ia dipasangkan, baik itu Hanif Sjahbandi, Muhamad Rafi Syarahil maupun Sani Rizki Fauzi.

Sedangkan pemain termuda Indonesia di turnamen kali ini, Witan Sulaiman, membuktikan bahwa usia bukanlah faktor penilaian yang harus dibebankan kepadanya, melainkan kontribusi kreatifnya tiap kali ia tampil meski usianya membatasi tubuhnya yang disebut dokter tim masih belum cukup mampu bergerak 90 menit penuh.

Sementara di bawah mistar gawang, Awan Setho Raharjo seolah merebut kembali kepercayaan Indra sebagai kiper utama Garuda Muda dengan kemampuannya mengomandoi pertahanan Indonesia.

Komposisi yang dimiliki Indra dengan segala kelebihan dan kekurangannya adalah ramuan terbaik yang ia punya untuk bisa mewujudkan ambisinya meraih gelar juara AFF kedua, di kelompok usia yang berbeda.

Tentu saja, jika mereka berhasil meredam semangat juang Thailand yang telah terbukti di laga semifinal lain.


Semangat pantang menyerah

Thailand yang berada di Grup A melangkah cukup mudah untuk lolos ke semifinal.

Namun lawan mereka di semifinal adalah tuan rumah Kamboja yang tentunya mendapatkan arus dukungan yang deras tampil di kandang sendiri.

Lewat perlawanan sengit Thailand akhirnya berhasil memastikan satu tempat di partai puncak, namun harga yang mereka bayar tidaklah murah yakni 120 menit yang menguras stamina mereka.

Meski mengakui 120 menit itu membuat mereka berada dalam kondisi yang kurang diuntungkan dalam hal pemulihan kebugaran pemain, Alexandre Gama berusaha melihat sisi lain dari laga semifinal tersebut.

Ia menilai bahwa timnya telah khatam dalam pelajaran mempertahankan semangat juang dan moral hingga titik darah penghabisan, sebuah modal besar yang akan dibawanya ketika menghadapi Indonesia di partai final.

"Indonesia memang sekarang punya keunggulan karena bermain 30 menit lebih pendek dari kami, tapi sekarang para pemain berada dalam tingkat semangat yang tinggi dan sangat termotivasi," kata Gama selepas mengalahkan Kamboja.

Gama juga meyakini ia memiliki staf pelatih yang sangat baik untuk bisa menyulap kelelahan yang dirasakan para pemainnya hingga bisa berada dalam keadaan siap tanding dalam kurun waktu kurang dari 48 jam saja.

"Saya percaya dengan tim ini. Di partai final, saya yakin para pemain, staf dan seluruh tim akan melakukan yang terbaik agar bisa membawa trofi ini ke Thailand," katanya mantap.

Dalam waktu kurang dari 12 jam, segera tersaji keyakinan siapa yang benar, Indra Sjafri atau Alexandre Gama. Indonesia atau Thailand.

Baca juga: Hadapi Thailand, Indra Sjafri tak mau sekadar jadi final AFF keduanya

Baca juga: Penggawa Garuda Muda diminta waspadai serangan "switch play" Thailand

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2019