Jakarta (ANTARA News) - Belajar dari tsunami Palu dan Selat Sunda di akhir 2018 dan awal 2019, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terus mendiskusikan perlunya pemodelan tsunami yang disebabkan oleh longsor dan erupsi gunung api di laut.Belajar dari bencana kemarin kita harus membuat itu,
Kepala Pusat Gempa bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono di Jakarta, Kamis mengatakan, skenario ini untuk mengintegrasikan dan melengkapi 18.000 skenario pemodelan tsunami berbasis tektonik yang selama ini digunakan oleh BMKG sebagai langkah mitigasi.
"Belajar dari bencana kemarin kita harus membuat itu. Kita bertemu para pakar tsunami di seluruh dunia, diskusi perlunya ada modeling tsunami yang tidak hanya dipicu tektonik tapi juga longsor bawah laut atau erupsi gunung api. Kami akan lengkapi ke sana," kata Rahmat Triyono saat ditemui usai acara Ecotalk di Ancol.
Mulai 2019 hingga tiga tahun ke depan, pemerintah juga akan terus melengkapi sensor seismograf yang kurang, mengingat saat ini desain sistem peringatan dini yang ada di wilayah Indonesia masih sangat terbatas.
Selain itu akan dipersiapkan juga penambahan buoy oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan tide gauge dari Badan Informasi Geospasial (BIG).
"Semua didedikasi untuk sistem pencegahan tsunami di Indonesia," ucap dia.
Meski begitu Rahmat belum bisa memastikan berapa jumlah sensor seismograf dan tide gauge yang akan ditambahkan.
Namun jika mengacu pada perencanaan yang telah disusun, BMKG merencanakan ratusan seismograf yang akan dipasang dalam tiga tahun ke depan. Begitu pun dengan tide gauge yang dipersiapkan sebanyak 20 sampai 30 unit.
"Termasuk akan dipasang buoy-nya yang hilang, radar tsunami juga akan dilengkapi sistem peringatan dini tsunami. Kalau satu gagal seperti di Mamuju, bayangkan hanya satu tide gaude yang berfungsi mencatat adanya tsunami di wilayah seluas itu, bagaimana daerah-daerah lain," kata dia.
Adapun pemodelan tsunami di setiap wilayah yang dibuat saat ini sudah sangat bervariasi, mulai dari magnitudo terendah hingga tertinggi, angka-angka itu didasarkan pada sejarah tsunami yang pernah terjadi di Indonesia.
Baca juga: Bangunan di sekitar pantai perlu diberi informasi ketinggian muka air laut
Baca juga: Kepala BMKG tekankan pentingnya kearifan lokal dalam mitigasi tsunami
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2019