Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Denny Indrayana, dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden (sengketa Pilpres) 2019 berharap Mahkamah Konstitusi seharusnya tidak dibatasi oleh undang-undang.
“Mahkamah Konstitusi seharusnya tidak dibatasi oleh undang-undang. Yang membatasi adalah konstitusi, asas-asas pasal 22e ayat 1 UU 1945, asas langsung, umum, bebas, rahasia (LUBER) dan jujur dan adil,”kata Denny saat sidang di gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Jumat.
Pernyataan tersebut dikatakan Denny terkait kewenangan MK dalam menentukan diskualifikasi atas calon presiden dan wakil presiden yang mengikuti pemilihan presiden, dalam rangkaian pertanyaan yang diajukan kepada ahli yang ahli yang dihadirkan oleh tim hukum TKN, Edward Omar Sharif Hiariej.
Dia mengatakan bahwa asas luber, jujur dan adil berada di atas kepentingan pembuktian adanya kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
“Yang kita perjuangkan bukan bagaimana membuktikan terstrutur, sistematis dan masif (TSM), tapi yang kita perjuangkan adalah bagaimana asas pemilu yang diamanatkan oleh pasal 22e ayat 1 UU 1945 luber jujur dan adil tidak dicederai,” katanya.
Dia pun mengatakan bahwa dalam permohononan yang diajukan tim kuasa hukum Prabowo-Sandi ke MK, tercantum pencederaan terhadap asas luber, jujur dan adil merupakan pengkhianatan terhadap kedaulatan rakyat.
Denny juga mempertanyakan kepada ahli yang dihadirkan oleh tim hukum TKN, Edward Omar Sharif Hiariej, apakah dia sepemikiran dengan Ketua MK yang mengatakan bahwa lembaga kehormatan tersebut tidak tunduk pada intervensi.
“Jadi kalau argumentasinya itu tidak ada dalam UU, apakah saudara ahli berarti tidak sependapat dengan Ketua MK yang dalam awal membuka sidang mengatakan kami tidak tunduk pada intervensi, kami hanya terikat pada UU 1945 dan UU yang sejalan dengan konstitusi. UU itu mengikat jika sejalan dengan konstitusi,” kata Denny.
Baca juga: Sidang MK, Pelanggaran kualitatif sengketa Pilpres masuk tahap proses
Baca juga: Sidang MK, ahli jelaskan alasan pembatasan wewenang sengketa Pemilu
Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019