Sebagai negara kepulauan terbesar di seantero planet bumi, Republik Indonesia layak untuk disebut sebagai salah satu tempat terbaik bagi seseorang untuk menangkap ikan, tidak mengherankan bila profesi nelayan juga tersebar luas di berbagai wilayah Nusantara.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat ini masih banyak ditemui nelayan dan anggota keluarganya yang masih hidup prasejahtera.
Tidak heran bila Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga bertekad untuk terus menjalankan berbagai program yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan nelayan, sekaligus dalam terus melanjutkan reformasi tata kelola sektor kelautan perikanan nasional.
"Program yang kita siapkan akan didorong untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, pengolah dan pemasar hasil perikanan, dan stakeholder kelautan dan perikanan lainnya," kata Menteri Susi dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta, 18 Juni 2019.
Menteri Susi juga menyebut pihaknya terus berupaya memperbaiki dan meningkatkan kinerja melalui program-program yang telah disiapkan. Salah satunya, ujar dia, adalah melalui reformasi tata kelola perikanan tangkap yang beberapa tahun ini terus digiatkan.
Apalagi, Menteri Kelautan dan Perikanan itu juga berpendapat bahwa tata kelola perikanan tangkap memang yang paling sulit mengingat reformasi yang dilakukan amatlah besar.
Ia berpendapat bahwa tidak ada negara lain yang melakukan reformasi begitu besar di sebuah bidang tata kelola industri perikanan, utamanya perikanan tangkap, seperti yang dilakukan Indonesia.
Menurut Menteri Susi, KKP telah menyiapkan rencana kerja anggaran 2020 untuk pembangunan kelautan dan perikanan dengan sasaran utama pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) perikanan sebesar 7,9 persen, yang akan didukung dengan peningkatan produksi perikanan sebesar 26,43juta ton, produksi garam 3 juta ton, Nilai Tukar Nelayan (NTN) 115, tingkat konsumsi ikan 56,39 kg per kapita, nilai ekspor hasil perikanan sebesar USD5,98 miliar, dan jumlah kawasan konservasi perairan ditingkatkan menjadi 22,27 juta hektare.
Untuk merealisasikan sasaran ini, KKP memperoleh pagu indikatif pada tahun anggaran 2020 sebesar Rp6,472 triliun.
Anggota Komisi IV DPR RI Hermanto juga menginginkan anggaran yang dikelola KKP ke depannya dapat lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan nelayan dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
Menurut Hermanto, KKP perlu lebih memberikan gambaran yang komprehensif agar bagaimana anggaran yang mereka kelola dapat dikelola secara efektif dan berkelanjutan.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berpendapat bahwa selama ini pengelolaan di sektor kelautan dan perikanan masih bersifat parsial serta lebih berpihak kepada elite.
Untuk itu, ujar dia, dalam perencanaan ke depannya perlu dibuat piramida anggaran yang jelas sehingga manfaat dari pengelolaan anggaran tersebut lebih terasa kepada pihak nelayan dan masyarakat pesisir yang termarjinalkan.
Kelola dengan baik
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan bahwa pihaknya meyakini akan dapat mengelola anggaran dengan baik.
Dalam paparannya, Menteri Susi mengingatkan bahwa laju pertumbuhan PDB perikanan triwulan I-2019 sebesar 5,67 persen lebih tinggi daripada pertumbuhan laju pertumbuhan PDB kelompok pertanian (1,81 persen) dan laju pertumbuhan PDB Nasional (5,07 persen).
Selain itu, nilai PDB Perikanan juga meningkat dari Rp58,97 triliun pada triwulan I-2018 menjadi Rp62,31 triliun pada triwulan I-2019, sedangkan produksi perikanan triwulan I-2019 mengalami kenaikan 3,03 persen dibanding produksi triwulan I-2018.
Sebelumnya, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) menginginkan program pemerintah di sektor kelautan dan perikanan selanjutnya dapat benar-benar fokus untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan Nusantara di berbagai daerah.
Dalam diskusi di Kantor Pusat HNSI, Jakarta, 21 Mei 2019, Ketua DPD HNSI Jawa Barat, Nandang Permana menyatakan bahwa arah pembangunan industri perikanan Indonesia harus berpihak kepada kesejahteraan nelayan.
Nandang mengingatkan bahwa Indonesia memiliki sumber daya laut yang melimpah tetapi pola pembangunan yang ada dinilai masih ada kecenderungan untuk memprioritaskan daerah daratan.
Pada saat ini, menurut dia, nelayan masih masih belum merasakan arti pembangunan yang sesungguhnya sehingga arah ke depan selanjutnya seharusnya adalah mengoptimalkan potensi kelautan dalam rangka meningkatkan perekonomian bangsa.
Baca juga: Ini tekad Menteri Susi untuk nelayan
Baca juga: Legislator inginkan anggaran KKP penuhi kebutuhan nelayan
Didominasi kapal kecil
Mengoptimalkan sektor kelautan dan perikanan nasional untuk perekonomian bangsa juga penting dilakukan karena diketahui bahwa sekitar 90 persen armada Indonesia didominasi oleh kapal skala kecil atau kapal perikanan yang berbobot kurang dari 30 GT.
Kepala Seksi Analisis Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP Ilham dalam lokakarya "Pemberdayaan Nelayan Kecil untuk Mendukung Perikanan Berkelanjutan" di Jakarta, 4 April memaparkan bahwa dari sisi komposisi penangkapan ikan, armada penangkapan ikan di Indonesia sebanyak 544 ribu unit, 90 persennya didominasi armada skala kecil
Untuk meningkatkan kualitas produksi nelayan lokal agar dapat selaras dengan aturan perdagangan internasional, KKP juga telah bekerja sama dengan sejumlah pihak yang meliputi antara lain penguatan pengumpulan data melalui penggunaan teknologi khususnya untuk memastikan ketertelusuran data.
Selain itu, ujar dia, implementasi strategi pemanfaatan dan penguatan rantai suplai, serta penguatan kelembagaan melalui pelaksanaan Komite Pengelola Data Perikanan yang melibatkan seluruh pihak pemangku kepentingan terkait, termasuk pemda, nelayan kecil, pemasok hingga akademisi.
Jadi, lanjutnya, upaya penguatan pengelolaan perikanan skala kecil ke depannya harus menjadi prioritas perbaikan data dan sistem pendataan, termasuk menggunakan perangkat pendataan elektronik modern (e-logbook) harus terus dilakukan.
Terkait dengan penggunaan teknologi mutakhir, Ketua Umum Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) Moh Zulficar Mochtar mendorong penggunaan perangkat teknologi seperti aplikasi internet dalam setiap bisnis proses perikanan tangkap agar menghasilkan nilai tambah bagi nelayan.
Zulficar Mochtar mengatakan bahwa penggunaan aplikasi internet bagi nelayan adalah solusi terbaik agar kegiatan perikanan tangkap dapat efisien.
Selain itu, ujar dia, penggunaan aplikasi internet juga dalam rangka untuk menjaga keselamatan pelayaran kapal ikan dalam beroperasi dan menjembatani kegiatan hulu ke hilir.
Zulficar yang juga menjabat sebagai Dirjen Perikanan Tangkap KKP juga menekankan pentingnya agar peningkatan stok ikan di laut Indonesia yang telah mencapai 12.54 juta ton pada tahun 2016 mesti dimanfaatkan optimal oleh nelayan Indonesia.
"Kegiatan perikanan tangkap skala kecil di Indonesia butuh platform aplikasi untuk membantu aktivitas penangkapan ikan agar pendapatan nelayan bisa meningkat," katanya.
Tertangkap tetangga
Permasalahan lainnya yang juga dihadapi nelayan Tanah Air adalah aktivitas melaut mereka yang kerap jauh dari tempat asal sehingga ada juga yang tertangkap oleh aparat negara tetangga.
Misalnya, KKP bersama Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) telah memfasilitasi pemulangan 14 nelayan Indonesia yang sebelumnya ditangkap di perairan Australia atas dugaan melakukan illegal fishing.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal PSDKP Agus Suherman memaparkan, 14 nelayan tersebut dipulangkan secara bertahap dari Darwin, Australia melalui Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali.
Sebanyak enam orang dipulangkan pada tanggal 21-27 Mei 2019, sementara delapan orang lainnya akan dipulangkan pada tanggal 28 Mei-1 Juni 2019 mendatang.
Para nelayan tersebut merupakan awak kapal KM. Anugerah VI yang berasal dari beberapa daerah yaitu Jawa Tengah seperti Tegal, Pemalang, dan Pekalongan, serta Jawa Barat seperti Purwakarta dan Bandung.
Proses penangkapan diawali dengan terdeteksinya KM. Anugerah VI yang telah memasuki perairan Australia Fisheries Zone (AFZ) oleh pesawat pengawas maritim Australia pada tanggal 23 April 2019.
Atas pelanggaran tersebut, sidang pengadilan terhadap Nakhoda KM. Anugerah VI telah dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2019 dan hakim menjatuhkan hukuman denda total sebesar 4.000 dolar Australia.
Sesuai dengan ketentuan hukum Federal Australia dan Northern Territory, hukuman denda bagi terpidana harus dibayarkan dalam waktu 28 hari sejak putusan dijatuhkan.
Namun demikian, mengingat Nakhoda KM. Anugerah VI akan direpatriasi dalam waktu dekat, maka ia tidak diwajibkan untuk membayar denda tersebut. Denda tersebut baru akan dibayarkan atau diganti dengan hukuman penjara apabila terpidana kembali tertangkap untuk kasus yang sama.
Agus Suherman menambahkan bahwa pemulangan nelayan tersebut merupakan bantuan nyata yang dilakukan oleh pemerintah terhadap nelayan-nelayan Indonesia yang tertangkap aparat di luar negeri karena melanggar batas saat melakukan penangkapan ikan.
Dengan proses pemulangan 14 nelayan dari Australia tersebut, maka selama tahun 2019, KKP bersama-sama dengan Kementerian Luar Negeri telah berhasil memulangkan nelayan Indonesia yang ditangkap di luar negeri sejumlah 90 nelayan, yang terdiri dari 11 orang dari Malaysia, 18 orang dari Timor Leste, 36 orang dari Myanmar, 11 orang dari Thailand, dan 14 orang dari Australia.
Selain melakukan upaya pemulangan, KKP juga mengupayakan tindakan preventif dengan memberikan pembinaan dan sosialisasi tentang daerah penangkapan di Indonesia.
Permasalahan yang dihadapi oleh nelayan Indonesia memang kompleks dan tidak bisa disamaratakan antara satu daerah dengan daerah lainnya, tetapi dengan memperbesar alokasi anggaran untuk meningkatkan kesejahteraan mereka adalah satu langkah kebijakan menuju ke arah yang tepat.
Baca juga: Kemudahan akses finansial penting bagi kesejahteraan nelayan
Baca juga: Menteri Susi ingatkan jajaran KKP gunakan anggaran efektif, efisien
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019