• Beranda
  • Berita
  • Potret pengelolaan hutan tanaman rakyat di Lubuk Seberuk

Potret pengelolaan hutan tanaman rakyat di Lubuk Seberuk

30 Juni 2019 13:36 WIB
Potret pengelolaan hutan tanaman rakyat di Lubuk Seberuk
Kebun karet milik warga Desa Lubuk Seberuk, Kecamatan Lempuing, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan. Kebun tersebut berada di lahan konsesi Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dalam Program Perhutanan Sosial. ANTARA/Aziz Munajar/am.
Jalan tanah berbatu sepanjang 10 kilometer dari Jalan Lintas Timur Sumatera ke Desa Lubuk Seberuk Blok D, Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan, kanan-kirinya kini ditumbuhi pohon-pohon karet milik warga.

Pohon-pohon karet itu merupakan cerminan dari hasil Program Perhutanan Sosial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang menyentuh Desa Lubuk Seberuk Blok D tahun 2010.

Ada 24 kelompok tani yang mendapat izin mengelola sekitar 6.850 hektare area Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang dalam program tersebut.

Kelompok-kelompok tani itu, yang mencakup 1.200 kepala keluarga di Desa Lubuk Seberuk, memanfaatkan 70 persen HTR untuk kebun karet, 20 persen untuk sawah, dan 10 persen untuk permukiman.

Ketua Gabungan Kelompok Tani Karya Sialang Makmur Desa Lubuk Seberuk Blok D (Gading Rejo), Gunawan, mengatakan kini  warga sudah memetik hasil dari mengelola kebun karet.

"Satu hektare kebun karet terdiri dari 500 batang, dalam satu minggu menghasilkan 50 kilogram karet dengan harga jual rata-rata Rp8.000 per kilogram, artinya satu kepala keluarga mendapat sekitar Rp3 juta per bulan per hektare, sementara satu kepala keluarga dapat mengelola hingga tiga hektare kebun karet," jelas Gunawan.

"Saat ini masyarakat Desa Lubuk Seberuk sudah mampu membiayai pendidikan anak-anak hingga ke jenjang perguruan tinggi berkat hasil kebun karet HTR," ia menambahkan.

Selain menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, kelompok tani menyisihkan sebagian hasil kebun karet untuk membantu membangun fasilitas umum seperti sekolah, jalan, dan rumah ibadah.

Kondisi Desa Lubuk Seberuk kini jauh lebih baik ketimbang tahun 1998, ketika konflik antar-warga kerap terjadi dan perebutan lahan sampai memicu pembunuhan akibat status lahan yang abu-abu setelah kegagalan PT Indotani 3 mengelola lahan sejak 1997.

Pemberian izin pengelolaan HTR dari KLHK membuat warga tenang memanfaatkan lahan. "Bagi kami yang penting tenang dan aman dulu, semua sudah punya lahan masing-masing untuk karet dan lainnya, percuma mengelola karet ini jika masih ada rebut-rebutan," kata Gunawan.


Awal Tak Mudah

Proses menuju pengelolaan perhutanan sosial tidak mudah.

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah V Lempuing-Mesuji, Susilo Hartono, mengatakan bahwa semula warga cukup sulit diajak mengurus izin HTR karena khawatir pemerintah akan mengambil lahan mereka sehingga mereka tidak bisa lagi mengelolanya.

"Apalagi saat itu izin HTR dari Bupati OKI lambat keluar, sehingga warga menjadi ragu, namun setelah wewenang diambil KLHK dan dilakukan percepatan, ditambah lagi program-program pinjaman, dengan sendirinya warga bersedia mengurus izin," katanya.

Sejak 2001, Susilo mendatangi kelompok-kelompok tani untuk membujuk mereka mengurus izin HTR. Setelah warga bersedia mendapat izin HTR, petugas KPH memberikan teknis mengenai pengelolaan HTR agar warga memahami betul konsesi penggunaan lahan serta bisa secara mandiri mengelola usaha.

"Pertama kami berikan warga pelatihan mengenai tata kelola pertanian yang benar, secara teknis warga sudah mengerti sebetulnya, baru setelah itu kami bimbing membuat Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Rencana Kerja Usaha (RKU), termasuk metode peminjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR). Agar pengelolaan hutan sosial sesuai tujuannya, semua kelompok tani terus kami bimbing," kata Susilo.

Ia menambahkan, materi pelatihan mengenai tata kelola pertanian mencakup pemilihan tanaman tumpang sari di antara pohon karet, pemilihan bibit karet yang unggul, peremajaan pohon karet, serta pemanfaatan sisa lahan untuk wanatani.


Meningkatkan Kesejahteraan

Program perhutanan sosial telah meningkatkan kesejahteraan warga di Desa Lubuk Seberuk. Harapannya, program tersebut bisa mendukung upaya pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan di Sumatera Selatan menjadi satu digit dari 12,9 persen pada 2018.

"Di Sumsel kantong-kantong kemiskinan banyak berada di dekat hutan, jika hutan bisa dikelola masyarakat maka akan menggerakkan ekonomi, itulah yang ingin dicapai dari program perhutanan sosial selain daripada mengurangi konflik lahan," kata Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto.

Ia mengatakan bahwa di Provinsi Sumatera Selatan baru sekitar 101.000 hektare dari 361.897 hektare lahan yang dialokasikan untuk perhutanan sosial yang sudah dikelola.

KLHK baru menerbitkan 146 surat keputusan mengenai izin pengelolaan perhutanan sosial, yang mencakup sekitar 101.000 hektare hutan yang dikelola oleh sekitar 22.651 kepala keluarga.

Bambang mengatakan pemerintah mengandalkan peran KPH dan penyuluh untuk meningkatkan cakupan program pengelolaan perhutanan sosial.

KPH bisa bekerja sama dengan Dinas Kehutanan Provinsi untuk membentuk tim percepatan verifikasi permohonan pemberian izin pengelolaan hutan sosial karena pengurusan izin sering kali tersendat gara-gara proses verifikasi yang lama.

"Perlu penekanan dan pelatihan intens terhadap para KPH yang menjadi ujung tombak pengelolaan hutan sosial," kata Bambang.

Ia meminta 14 KPH yang ada di Sumatera Selatan membuat rencana kerja kelompok HTR dengan berorientasi pada produktivitas hutan sosial dan ekologi lingkungan.

Dengan dukungan peraturan daerah yang memungkinkan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk menopang program perhutanan sosial, ia melanjutkan, KPH bisa meningkatkan kecepatan merealisasikan target program agar masyarakat sekitar kawasan hutan bisa segera ikut mengelola hutan dan merasakan manfaatnya tanpa menimbulkan kerusakan.

Baca juga:
DPR RI sambut baik program perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektare
Walhi harapkan pemerintah maksimalkan perhutanan sosial

Pewarta: Aziz Munajar
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019