"Sistem zonasi ini sebetulnya dilakukan berdasarkan tempat domisili atau nilai. Anak-anak kami diseleksi lalu bagi yang tidak memenuhi standar nilai tidak akan diterima," kata Elyas Fonataba, salah satu wali murid yang mendatangi kantor gubernur.
Ia mengungkapkan bahwa ada sekitar 230 lulusan SMP di wilayah Manokwari barat yang terancam tidak bisa masuk Sekolah Menengah Atas dan meminta pemerintah provinsi segera bertindak sebelum pendaftaran SMA ditutup.
"Kami menyambut baik sistem zonasi yang diterapkan Kemendikbud ini. Kalau anak-anak kami tinggal di sekitar sekolah tersebut harusnya diprioritaskan," kata Elyas.
Asisten III Sekretaris Daerah Papua Barat Raymon Hendrik Yap di hadapan peserta aksi menyatakan bahwa pemerintah provinsi akan bertindak cepat untuk menemukan solusi bagi para lulusan SMP yang belum mendapat sekolah.
"Siang ini juga kami akan menggelar rapat bersama kepala Dinas Pendidikan. Kita cari solusi terbaik, mudah-mudahan dalam satu atau dua hari ke depan sudah ada jalan keluar," kata Raymon.
"Pemerintah daerah tentu tidak akan diam, kami pun akan sampaikan persoalan ini kepada Pak Sekda, juga Gubernur. Kita cari solusi terbaik," ia menambahkan.
Kepala Dinas Pendidikan Papua Barat Barnabas Dowansiba sebelumnya menjelaskan bahwa PPDB mencakup tiga jalur, yakni jalur zonasi, jalur prestasi dan jalur perpindahan orang tua dengan kuota penerimaan murid pada masing-masing jalur berturut-turut 80 persen, 15 persen dan lima persen.
"Murid yang berprestasi bebas memilih sekolah yang dia inginkan, dan lima persennya diperuntukan untuk pindahan. Misalnya ada pejabat yang pindah ke Manokwari lalu ingin menyekolahkan anaknya di sini, mereka berada pada kategori ini," kata Barnabas.
Baca juga:
Orang tua khawatir anak tidak masuk sekolah unggulan karena zonasi
Zonasi solusi melokalisir permasalahan pendidikan di Papua
Pewarta: Toyiban
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019