"Dari sisi perizinan, dahulu masih sangat manual sekarang sudah online," kata Dirjen Perikanan Tangkap KKP, Zulficar Mochtar dalam jumpa pers di Kantor KKP, Jakarta, Kamis.
Menurut Zulficar Mochtar, dengan menerapkan perizinan daring maka ke depannya juga diharapkan tidak lagi terdapat pengurusan izin melalui calo atau makelar sehingga pemilik kapal ikan tidak mengetahui secara persis.
Dirjen Perikanan Tangkap KKP juga mengungkapkan, saat ini sudah terdapat 5.356 kapal ikan berukuran besar yang sudah diaktivasi di logbook yang terhubung secara daring sehingga datanya juga langsung masuk pusat.
Ia memaparkan bahwa saat ini terdapat sejumlah modus pelanggaran yang dilakukan pengusaha antara lain adalah menangkap izin tidak di wilayah pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan, serta pengurusan perizinan melalui calo atau makelar.
Sebagaimana diwartakan, KKP perlu menelusuri lebih mendalam mengenai sejumlah kapal ikan yang beroperasi atau sedang dalam proses pembangunan tetapi belum memiliki izin dari pemerintah untuk mengurangi aktivitas penangkapan ikan secara ilegal.
"Kalau (kapal ikan) yang tidak berizin kami perkirakan jumlahnya sekitar 2.000-an," kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Abdi Suhufan, kepada Antara, 5 April 2019.
Menurut Abdi Suhufan, modus kapal tidak berizin dilakukan karena keterlambatan pengajuan perpanjangan izin, pemalsuan izin, markdown, pembangunan kapal baru tanpa SIUP, spekulasi pemilik kapal yang yang mengoperasikan kapal ikan untuk berlayar tapi belum memiliki Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).
Koordinator Nasional DFW Indonesia mengatakan modus dan praktik kapal tidak berizin merugikan negara secara ekonomi dan lingkungan.
"Dampaknya adalah data bias karena pemerintah tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah kapal ikan yang aktual beroperasi di wilayah perairan Indonesia saat ini, serta potensi pendapatan negara dari perikanan menjadi berkurang," kata Abdi.
DFW-Indonesia menduga jumlah kapal ikan yang beroperasi saat ini lebih banyak dari jumlah izin kapal yang dirilis resmi oleh KKP.
Belum lagi, lanjutnya, sejumlah Gubernur yang menerobos aturan dengan menerbitkan Surat Keterangan dan bahkan SIPI kapal ikan ukuran di atas 30 gross tonnage (GT) di wilayahnya masing-masing.
Kondisi itu, ujar dia, diperparah karena proses izin dari hulu ditangani oleh dua instansi yang berbeda yaitu Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Mesti ada mekanisme data sharing dan sinkronisasi data perizinan antar kedua kementerian tersebut terkait dokumen kapal seperti surat ikur, gross ton dan pas besar yang dikeluarkan oleh Kemhub dengan jumlah SIPI dan SIKPI yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan," katanya.
Baca juga: Menteri Susi imbau pelaku usaha meningkatkan transparansi usaha
Baca juga: KKP: Pengusaha harus banyak berbenah terkait perizinan
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019