Penny dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa, mengatakan dalam kurun 2016-2018 terdapat delapan "joint venture" (usaha patungan) dari luar negeri dengan perusahaan lokal yang telah beroperasi di Indonesia. Sementara pada 2019 akan bertambah tiga sehingga total ada 11 investasi industri farmasi asing.
"Sebanyak 11 industri farmasi beroperasi selain untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dan produk kebutuhan obat esensial dalam negeri terkait produk biologi, produk onkologi dan produk hormon, juga untuk diekspor ke mancanegara," kata dia saat menyambut "Grand Opening PT CKD OTTO Pharmaceuticals di Cikarang, Selasa.
Adapun delapan investasi kurun 2016-2018 itu di antaranya PT B Braun Medical Indonesia, PT CKD Otto, PT Ethica, PT Kalbio, PT Kimia Farma Sungwun, PT YSP Industries Indonesia, PT Lloyd Pharma dan PT Amarox.
Sementara tiga investasi asing pada 2019 di antaranya PT Combiphar Dong A, PT Etana dan PT Sampharindo Retroviral.
"Karena itu, produk yang dihasilkan diharapkan tidak hanya menyuplai kebutuhan pasar dalam negeri sejalan dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), namun juga mampu menembus pasar global sehingga dapat meningkatkan devisa negara," katanya.
Penny mengatakan tumbuhnya iklim investasi yang positif disertai dengan munculnya industri baru di bidang farmasi dengan teknologi mutakhir tersebut perlu didukung penuh oleh pemerintah Indonesia, termasuk oleh BPOM.
Upaya itu, kata dia, seiring dengan komitmen untuk meningkatkan daya saing industri farmasi dan produk nasional.
"Alhamdulillah, pengembangan iklim berusaha di bidang farmasi terus menunjukkan peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan terealisasinya 'joint venture' perusahaan Korea dengan perusahaan farmasi dalam negeri," kata dia.
Baca juga: Kemenperin upayakan perkecil defisit industri farmasi
Baca juga: Deregulasi diharapkan dorong pengembangan industri farmasi
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019