Lima sekolah di Bekasi diperiksa Ombudsman

10 Juli 2019 18:59 WIB
Lima sekolah di Bekasi diperiksa Ombudsman
Antrean wali murid calon siswa yang mengalami kendala saat mengikuti proses PPDB Online di Dinas Pendidikan Kota Bekasi tahun 2019. (Foto: Pradita Kurniawan Syah).
Lima sekolah yang berada di wilayah Kota dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat menjalani pemeriksaan pihak Ombudsman RI perwakilan Jakarta Raya, Rabu (10/7) karena diduga melakukan pelanggaran saat pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online tahun ini.

"Sebenarnya ada 11 sekolah yang sedang kita periksa tapi untuk wilayah Bekasi hanya lima sekolah. Sisanya, sekolah yang ada di Bogor, dan Depok," Kata Kepala Keasistenan Bidang Pendidikan Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Rully Amirulloh, Rabu.

Baca juga: Ganjar sebut sistem PPDB 2019 rumit
Baca juga: Pemprov Kepri belum temukan solusi permasalahan PPDB
Baca juga: FKSS Jabar: sistem zonasi PPDB buat SMA swasta terpuruk



Kelima sekolah itu di antaranya SMAN 1 dan SMAN 2 Kota Bekasi. Sedang, tiga sekolah lainnya berada di Kabupaten Bekasi yakni SMAN 1 Cikarang Pusat, SMAN 3 Babelan, dan SMAN 7 Tambun Selatan.

Pemeriksaan terhadap sekolah-sekolah tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan yang masuk sejak awal PPDB 2019 bergulir. Sedikitnya ada 20 laporan yang masuk melalui sejumlah saluran, baik surat elektronik, 'whatsapp', juga telepon.

"Pelapornya bervariasi, ada yang merupakan korban, ada juga yang sekadar melemparkan informasi. Laporan yang terkonfirmasi dengan sumbernya tentu langsung kami tindak lanjuti," katanya.

Sejauh ini laporan yang masuk mayoritas mempermasalahkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 Tentang PPDB 2019 yang diimplementasikan secara berbeda di masing-masing wilayah tugas Ombudsman Jakarta Raya, yakni Depok, Kota dan Kabupaten Bogor, Kota dan Kabupaten Bekasi, serta DKI Jakarta.

"Utamanya terkait aturan zonasi karena di Jawa Barat, kuota zonasi dibagi ke dalam berbagai jalur kombinasi sehingga yang zonasi murni hanya tersisa 30-40 persen. Sementara di DKI Jakarta, zonasi justru tidak diimplementasikan karena pertimbangan nilai yang diutamakan saat menyeleksi calon peserta didik baru," kata Rully.

Menurut dia, mengacu pada laporan-laporan yang masuk, terlihat bahwa aturan PPDB tidak tersosialisasi dengan baik sehingga implementasinya banyak yang menyimpang.

Terhadap para perwakilan sekolah yang diperiksa, klarifikasi serta penjelasan awal dibutuhkan untuk mendapatkan poin penting guna ditindaklanjuti dengan investigasi tertutup.

"Yang pasti kami upayakan semua bisa diselesaikan cepat, karena laporan lain masih akan masuk. Utamanya setelah siswa-siswa masuk sekolah, laporan penyalahgunaan biasanya muncul," katanya lagi.


Baca juga: Daftar ulang PPDB berjalan tertib
Baca juga: Sekolah kekurangan murid di Gunung Kidul kembali terima siswa
Baca juga: Orang tua siswa mengadu persoalan PPDB ke DPRD Bali
Baca juga: Dewan Kota Pontianak desak pemerintah evaluasi PPDB

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019