• Beranda
  • Berita
  • Christo, Jakarta dan hilangnya kompleks tenis bersejarah

Christo, Jakarta dan hilangnya kompleks tenis bersejarah

12 Juli 2019 17:20 WIB
Christo, Jakarta dan hilangnya kompleks tenis bersejarah
Petenis Christopher Rungkat berpose saat berkunjung ke Kantor Berita Antara, di Wisma Antara, Jakarta, Jumat (12/7/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/ama.
Petenis Indonesia Christopher Rungkat sangat menyayangkan alihfungsi yang dialami sejumlah lapangan tenis outdoor Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, mengingat kompleks tersebut menjadi saksi momen-momen bersejarah bagi Indonesia di olahraga pukul bola itu.

Terlebih lagi, hal itu membuat Jakarta, ibu kota terbesar di Asia Tenggara tersebut kini terlampaui oleh sejawat jirannya seperti Bangkok, Thailand ataupun Kuala Lumpur, Malaysia, kata petenis yang akrab disebut Christo itu.

"Jakarta juga kan salah satu ibu kota terbesar ya, sangat disayangkan saja kita nggak punya kompleks lapangan tenis yang bagus," kata Christo saat menyambangi redaksi Antara di Jakarta, Jumat.

"Kalau kita lihat di Asia Tenggara, Bangkok dan Kuala Lumpur itu punya, sedangkan kita tidak," ujarnya menambahkan.

Di sisi lain lapangan permukaan tanah liat juga jadi salah satu yang tergusur demi membangun lapangan bisbol, dan itu membuat Christo yang tampil di French Open 2019 pada Juni tak berkesempatan lagi berlatih di lapangan yang membesarkan namanya.

Lebih jauh lagi, pengurangan drastis jumlah lapangan outdoor GBK membuat di sana kini hanya tersisa empat lapangan yang tak cukup untuk memenuhi standard penyelenggaraan turnamen internasional.

"Kalah yang saya lihat sekarang 3-4 lapangan, masih kurang dari aturan itu. Sangat disayangkan," ujarnya.

Padahal, bukan saja melahirkan petenis-petenis berbakat seperti Christo, komplek lapangan tenis GBK juga menjadi saksi bisu atas keberhasilan meraih satu medali perak dan tiga perunggu, raihan perdana medali pertama bagi Indonesia di cabor tersebut, dalam Asian Games 1962.

Kompleks lapangan tenis GBK juga menjadi panggung yang mengantarkan Tim Piala Davis Indonesia lolos ke Grup Dunia edisi 1989, berkat kemenangan 3-2 atas Korea kala nama-nama legendaris masih berlaga seperti Suharyadi, Tintus Arianto-Wibowo dan Donald Wailan-Walalangi.

"Padahal tenis itu salah satu cabor pemburu medali di multi-event ya, baik itu SEA Games maupun Asian Games. Sayang saja," pungkas Christo.
 

Baca juga: Christo sedih dan kecewa, "rumah" tempat tumbuhnya dibongkar

Baca juga: Kembali ke nomor ganda, jadi jalan pulang Christo ke Grand Slam

Baca juga: Trik Christopher Rungkat hadapi komentar warganet selepas tanding

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2019