"Transaksi nontunai harus diimplementasikan di setiap transaksi, ini menjadi kebutuhan dan tuntutan revolusi industri 4.0," kata Sekretaris Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Agus Fatoni dalam Rapat Koordinasi Transaksi Nontunai se-Indonesia di Batam, Kepulauan Riau, Kamis.
Pada masa kini, kata dia, semuanya dikendalikan telepon selular dari mana saja dan kapan saja. Karenanya pemerkntah daerah harus menyesuaikan diri.
"Kementerian Dalam Negeri sebagai pembina otonomi daerah bertanggung jawab mendorong transaksi nontunai agar diimplememtasikan di seluruh pemda," kata dia.
Sesuai dengan UU no.23 tahun 2014, pengelolaan keuangan daerah harus tertib, transparan dan bertanggung jawab.
Ia juga percaya, penggunaan nontunai membantu peningkatan pendapatan asli daerah secara signifikan.
"Semua pelayanan dimonitor dan perkembangannya dari detik ke detik," kata dia.
Sebetulnya, Menteri Dalam Negeri telah menerbitkan surat edaran agar seluruh pemda menerapkan transaksi nontunai paling lambat 1 januari 2018.
Dengan begitu, semestinya saat ini tidak ada lagi transaksi tunai di daerah. Tapi karena masih ada kendala dan permasalahan, maka kebijakan itu belum dijalankan sepenuhnya.
"Kendala banyak. Pada bank, pemda dan pada masyarakatnya," kata Agus.
Secara umum, kendala yang dihadapi dalam implementasi nontunai karena tingginya presensi penggunaan uang tunai di daerah. Kalau tidak pegang uang fisik rasanya kurang puas.
Kemudian, masih banyak daerah belum memiliki payung hukum berupa Perda dan peraturan kepala daerah.
Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di lingkungan pemda juga terbatas, begitu juga infrastruktur seperti listrik, koneksi internet dan ketersediaan data center.
Baca juga: Pemkot Batam terapkan transaksi nontunai penerimaan-belanja daerah
Baca juga: Transaksi BOS nontunai harus diperluas
Pewarta: Yuniati Jannatun Naim
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019