Pada kuartal I tahun 2019, sektor manufaktur memberikan kontribusi sebesar 20,07 persen terhadap PDB nasional
Kementerian Perindustrian terus mendorong peningkatan produktivitas di sektor industri manufaktur agar dapat mengisi pasar ekspor.
Selain itu, juga memacu penguatan industri hulu, sehingga kontribusi manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional semakin meningkat.
“Pada kuartal I tahun 2019, sektor manufaktur memberikan kontribusi sebesar 20,07 persen terhadap PDB nasional. Selain itu, sektor ini telah tumbuh 3,86 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto lewat keterangannya di Jakarta, Selasa.
Airlangga menuturkan, dalam upaya menggenjot kinerja dan peran industri manufaktur pada perekonomian nasional, Kemenperin turut berkontribusi melakukan peningkatan terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM), kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menciptakan inovasi, serta pengembangan industri padat karya yang berorientasi ekspor.
Langkah tersebut didukung dengan kebijakan pemerintah berupa pengurangan pajak super. Hal ini diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas PP No 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.
Dalam regulasi itu, potongan pajak super hingga 200 persen diberlakukan bagi industri yang melakukan pengembangan pendidikan dan pelatihan vokasi, kemudian industri dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300 persen karena melakukan kegiatan litbang, serta untuk industri padat karya dapat diberikan pengurangan penghasilan neto sebesar 60 persen.
“Artinya, pemerintah memperhatikan sektor industri yang padat karya serta fokus pada vokasi dan inovasi. Beberapa industri yang menjadikan Indonesia sebagai basis produksinya, bisa diberikan fasilitas tersebut, seperti industri otomotif,” tuturnya.
Survei dari lembaga riset internasional McKinsey menyebutkan, Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan PDB nasionalnya sebesar 155 miliar dolar AS pada 2025.
Peningkatan tersebut terjadi seiring dengan diimplementasikannya ekonomi digital atau industri 4.0 melalui peta jalan Making Indonesia 4.0 pada industri manufaktur di Tanah Air.
Peta jalan Making Indonesia 4.0 memiliki aspirasi besar mewujudkan Indonesia sebagai negara yang masuk jajaran 10 ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2030.
Salah satu program prioritas yang ada dalam peta jalan itu adalah meningkatkan kompetensi tenaga kerja industri. Hal ini untuk menyambut Indonesia yang akan memasuki masa bonus demografi dengan mayoritas penduduk berusia produktif pada 2030.
“Revolusi industri 4.0 membawa transformasi perekonomian menjadi berbasis R&D. Penerapan industri 4.0 juga ditargetkan akan memberikan tambahan PDB yang akan diperoleh dari peningkatan input tenaga kerja dan produktivitas perusahaan secara agregat,” ujarnya.
Airlangga menyampaikan, industri 4.0 dapat meningkatkan pertumbuhan PDB riil dari 5 persen menjadi 6-7 persen atau terjadi peningkatan sebesar 1-2 persen antara tahun 2019-2030.
Kemudian menciptakan tambahan hingga 10 juta pekerja dan meningkatkan kontribusi manufaktur terhadap PDB hingga 25 persen pada tahun 2030.
“Revolusi industri 4.0 menjadi bagian akselerasi kebijakan publik yang diharapkan mampu merevitalisasi sektor manufaktur, meningkatkan nilai ekspor, memperbaiki kondisi keuangan negara, serta meningkatkan pasar tenaga kerja,” paparnya.
Airlangga mengungkapkan, revolusi industri 4.0 juga membawa transformasi masif pada kebutuhan tenaga kerja.
“Dengan kebutuhan tenaga kerja yang kompeten dalam teknologi informasi dan komunikasi, karena itu Kemenperin mendorong angkatan kerja yang ada saat ini untuk di-reskilling maupun upskilling,” ungkapnya.
Sebagai contoh, angkatan kerja perlu memiliki kemampuan penguasaan data, artificial intelligent(AI), serta internet of things (IoT) yang meliputi perangkat, jaringan, dan aplikasi.
Selain itu, SDM industri juga dapat dibekali dengan kemampuan lain melalui program reskilling, misalnya di aspek manajerial.
“Di era industri 4.0, dibutuhkan pengelola inovasi dan perubahan, karenanya kami juga melakukan pelatihan manajer transformasi,” ujar Menperin.
Kemenperin memiliki sejumlah program pendidikan vokasi untuk mengakomodasi kebutuhan tenaga kerja industri, yakni dengan program vokasi link & match dengan industri, diklat 3in1, sertifikasi tenaga kerja industri, pembangunan politeknik di kawasan industri, dan penerapan inovasi industri 4.0.
“Dengan skema skills for competitiveness (S4C) pada tahun 2020-2024, target Kemenperin adalah membuat 175 politeknik, memperkuat 2.612 sekolah menengah kejuruan (SMK) dan targetnya mampu menghasilkan 1,5 juta tenaga kerja terampil,” tandasnya.
Baca juga: Industri manufakturing Indonesia tumbuh positif
Baca juga: Kadin: Industri manufaktur perlu jadi prioritas investasi
Baca juga: Sektor manufaktur sumbang 74 persen total ekspor
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019