• Beranda
  • Berita
  • KPK dalami modus pemotongan uang oleh Rachmat Yasin

KPK dalami modus pemotongan uang oleh Rachmat Yasin

24 Juli 2019 21:36 WIB
KPK dalami modus pemotongan uang oleh Rachmat Yasin
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (24/7/2019). (Antara/Benardy Ferdiansyah)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami modus pemotongan uang oleh mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin (RY).

Untuk mendalaminya KPK pada Rabu memeriksa dua saksi dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi pemotongan uang dan gratifikasi oleh Rachmat.

"Penyidik mendalami keterangan dari saksi-saksi ini terkait dengan bagaimana modus-modus pemotongan tersebut, permintaan pada dinas-dinas. Misalnya, pemotongan dari anggaran-anggaran yang ada agar seolah-olah disebut sebagai utang," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Baca juga: KPK panggil Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor

Baca juga: KPK panggil tiga saksi kasus korupsi mantan bupati Bogor


Dua saksi yang diperiksa itu, yakni Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor Rahmat Surjana dan Bendahara Pengeluaran di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor Mohamad Napis.

Dalam pemeriksaan saksi belakangan ini, KPK memang terus mendalami terkait pemotongan anggaran yang dianggap utang oleh tersangka Rachmat tersebut.

Sebelumnya, KPK telah mengumumkan Rachmat sebagai tersangka pada 25 Juni 2019.

Untuk kasus suap, tersangka Rachmat diduga meminta, menerima atau memotong pembayaran dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebesar Rp8.931.326.223.

Uang tersebut diduga digunakan untuk biaya operasional bupati dan kebutuhan kampanye pemilihan kepala daerah dan pemilihan legislatif yang diselenggarakan pada 2013 dan 2014.

Selain itu, tersangka Rachmat juga diduga menerima gratifikasi, yaitu berupa tanah seluas 20 hektare di Jonggol, Kabupaten Bogor dan mobil Toyota Vellfire senilai Rp825 juta.

Gratifikasi tersebut diduga berhubungan dengan jabatan tersangka dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya serta tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja.

Rachmat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Diketahui, Rachmat baru saja bebas pada 8 Mei 2019 setelah menjalani masa hukuman di Lapas Sukamiskin Bandung.

Rachmat saat itu divonis 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp300 juta karena menerima suap senilai Rp4,5 miliar guna memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 hektare.

Baca juga: KPK sebut tidak otomatis kembali tetapkan Rachmat tersangka

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019