"Gubuk-gubuk liar di Jakarta rawan terjadi prostitusi, itu penyakit masyarakat, maka itu harus segera ditertibkan semua," ujar Syahrial ketika dihubungi Antara di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Anies Baswedan minta pengelolaan kolong tol diserahkan ke Pemprov DKI
Ia menyarankan pemprov untuk memberikan pembinaan terus menerus kepada pekerja seks komersial (PSK) jika memang kedapatan di lokasi gubuk-gubuk liar.
"Beri pembinaan berulangkali, jangan sekali-kali, kalau perlu kasih modal untuk usaha, kasih kesempatan untuk kembali berbuat baik," ucapnya.
Menurut dia, memberikan modal kepada PSK merupakan salah satu langkah pencegahan (preventif) agar persoalan prostitusi di ibu kota teratasi.
"Kasih juga pengobatan bila ada yang terjangkit penyakit menular. Antisipasi penyakit menular AIDS maupun virus HIV," katanya.
Baca juga: Kebakaran di kolong Tol Pluit, lalin menuju Bandara Soetta dialihkan
Ia menambahkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta yang mencapai Rp89 triliun, mestinya bisa dioptimalkan untuk kesejahteraan masyarakat dan pembangunan sumber daya manusia (SDM).
Dilaporkan, praktik prostitusi masih marak di wilayah kolong tol Jembatan Lima, Jalan Tubagus Angke, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat (Jakbar), meski lokalisasi Kalijodo di kawasan itu telah digusur.
"Di bawah situ (kolong jalan tol) masih ada (prostitusi). Nanti kalau udah sore atau malam di sini banyak PSK-nya (pekerja seks komersial)," kata Doni, seorang warga di dekat kolong jalan tol Jembatan Lima.
Sementara itu, kawasan Boker, Ciracas, Jakarta Timur hingga kini praktik prostitusi juga masih berjalan meski telah beralih fungsi menjadi gelanggang olahraga (GOR).
Pemerintah menyulap lokalisasi Gang Boker menjadi gelanggang olahraga pada tahun 2003. Namun, bisnis prostitusi di lokasi tersebut seolah menemukan cara untuk tetap hidup dengan berpindah ke rumah-rumah kontrakan yang ada di sekitarnya.
Baca juga: Tiket pulang kampung korban kebakaran Kolong Tol Dalam Kota dibantu
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019