"Kita sudah 'leader' (memimpin) di Asia Tenggara," kata Nasir dalam diskusi bersama media di Jakarta, Selasa.
Pada Selasa (30/7) hingga pukul 17.00 WIB, jumlah publikasi ilmiah internasional Indonesia mencapai sebanyak 33.177, yang mengungguli Malaysia dengan jumlah 32.952 publikasi. Sementara, Singapura memiliki sekitar 22.500 publikasi dan Thailand mempunyai sekitar 18.000 publikasi ilmiah.
Baca juga: Menristekdikti harapkan BRIN dipimpin sejajar menteri
"Riset, publikasi ini merupakan bahan baku untuk menghasilkan paten, prototipe dan inovasi," ujar Nasir yang pernah menjabat sebagai rektor terpilih Universitas Diponegoro di Semarang.
Sementara indeks inovasi global Indonesia masih berada di peringkat 85 dari 129 negara di dunia.
Untuk itu, Nasir mengatakan akan meningkatkan lebih banyak inovasi.
Baca juga: Melesat 1.567 persen, publikasi ilmiah Indonesia di atas rata-rata dunia
"Inovasi kita masih peringkat 85, masih sangat rendah, ini kan bahan baku risetnya masih belum banyak, ini mulai kita dorong," ujarnya.
Nasir mengatakan saat ini paten Indonesia juga sudah menjadi yang terbanyak di Asia Tenggara dengan jumlah 2.675 paten. Sementara Singapura memiliki 2.250-an paten, Malaysia mempunyai 1.800 paten. Capaian Indonesia ini tentu harus semakin ditingkatkan.
Begitu pula dengan pertumbuhan perusahaan pemula (startup) juga semakin baik dan perlu ditingkatkan ke depan. "Dulu saya sebagai menteri startup Indonesia hanya 12 padahal kita punya potensi besar, saya perbaiki," tutur Nasir.
Baca juga: Publikasi ilmiah Indonesia lampaui Thailand
Dia mengatakan pada kurun waktu 2015-2019 saat ini sudah ada 1.300 startups yang berkembang di Indonesia. Sementara, Iran pada periode 2004-2014 menghasilkan 1.000 startups baik untuk skala kecil, menengah hingga besar.
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019