• Beranda
  • Berita
  • Aktivis Lebak sosialisasi pencegahan perdagangan manusia

Aktivis Lebak sosialisasi pencegahan perdagangan manusia

31 Juli 2019 17:06 WIB
Aktivis Lebak sosialisasi pencegahan perdagangan manusia
s
Aktivis Komunitas Keluarga Buruh Migran (KKBM) Kabupaten Lebak, Banten mengoptimalkan sosialisasi pencegahan perdagangan manusia ke luar negeri yang kerapkali menimbulkan permasalahan kasus tidak dibayar gaji, kekerasan hingga kematian.

"Kita setiap kegiatan-kegiatan baik di desa maupun kecamatan selalu mensosialisasikan kepada masyarakat agar tidak menjadi korban perdagangan manusia," kata Koordinator Permasalahan KKBM Kabupaten Lebak Heni Suhaeni di Lebak, Rabu.

Baca juga: Pemulangan WNI korban TPPO di China terkendala izin suami

Baca juga: Menlu RI-China bahas permasalahan pengantin pesanan

Baca juga: Polda NTT tangkap empat tersangka kasus perdagangan orang


Masyarakat Kabupaten Lebak yang mengadukan nasibnya sebagai pekerja migran di luar negeri cukup banyak dan menjadikan keprihatinan jika mengalami kasus permasalahan.

Permasalahan itu mulai mereka diperlakukan tidak dibayar gaji, pemerkosaan, kekerasan hingga resiko kematian.

Berawal dari itu, kata dia, dirinya merasa terpanggil untuk mensosialisasikan pencegahan perdagangan manusia dengan kedok menawarkan pekerjaan di luar negeri dengan gaji besar.

Sebab, di wilayahnya di Desa Sukarame Kecamatan Sajira Kabupaten Lebak sekitar 80 persen warganya bekerja buruh migran.

"Kami bekerja keras dengan dibantu dua relawan untuk mensosialisasikan pencegahan perdagangan manusia guna mencegah korban kekerasan itu," kata Heni yang juga isteri Kepala Desa Sukarame.

Ia mengatakan, kasus buruh migran yang memiliki kasus permasalahan itu dialami oleh keluarganya yang bekerja di luar negeri.

Oleh karena itu, dirinya merasa terpanggil untuk melakukan pencegahan agar warga di desanya tidak menjadi pekerja migran.

Ia juga berkoordinasi dengan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Provinsi Banten untuk penanganan kasus buruh migran yang menimbulkan permasalahan.

Selama ini, para buruh migran warga Kabupaten Lebak banyak kasus permasalahan di antaranya tidak digaji majikan, putus hubungan dengan keluarga di Tanah Air.

Selain itu juga mendapat perlakuan kekerasan, pemerkosaan hingga kematian.

"Kami merasa senang jika kasus permasalahan buruh migran itu bisa ditangani dengan baik dan diberikan hak-hak mereka," katanya.

Menurut dia, para buruh migran di Kabupaten Lebak kebanyakan tidak tercatat pada pemerintahan desa hingga kabupaten sehingga menyulitkan pemantauannya jika terjadi permasalahan.

Bahkan, buruh migran itu tidak mengutamakan ketrampilan maupun kompetensi pendidikan.

Mereka para buruh migran juga terdapat buta huruf juga pendidikan hanya jenjang SD.

Karena itu, pihaknya mengapresiasi BP3TKI tidak memberangkatkan buruh migran jika tidak terdaftar di pemerintah desa dan kabupaten.

"Kami minta warga lebih baik bekerja di kampung sendiri daripada menjadi buruh migran. Apalagi, sekarang ke Arab Saudi sudah dihentikan sementara atau "moratorium"," katanya.

Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lebak, Ratu Mintarsih meminta masyarakat mewaspadai calo tenaga kerja migran atau sponsor yang menawarkan pekerjaan ke luar negeri dengan iming-iming gaji besar.

Korban perdagangan manusia di Kabupaten Lebak cukup tinggi, karena terbukti tahun 2018 telah memulangkan tiga pekerja migran asal Kabupaten Lebak dari Timur Tengah.

Ketiga tenaga kerja migran itu,mereka terputus hubungan dengan keluarga hingga selama 22 tahun, 13 tahun dan 6 tahun.

Bahkan, pekerja migran berinisial SA (44) warga Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak selama 22 tahun tidak diketahui oleh keluarganya.

Bahkan, korban SA itu mengalami depresi berat.

Saat itu, korban berangkat bekerja ke Timur Tegah pada usia 22 tahun.

Karena itu, P2TP2A mengajak masyarakat agar mewaspadai calo-calo tenaga kerja migran guna mencegah korban perdagangan anak.

"Kita berharap para calon tenaga kerja ke luar negeri agar tercatat di aparat desa,termasuk catat nama perusahaan yang memberangkatkannya karena khawatir penipuan," katanya menjelaskan.

Baca juga: Total sudah 16 kasus pengantin pesanan yang dikirim ke China

Baca juga: KPAI dorong edukasi dan literasi cegah perdagangan orang

Baca juga: IOM awasi perdagangan orang di perbatasan Indonesia - Malaysia

 

Pewarta: Mansyur suryana
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019