Konsul RI Tawau, Sulistiyo Djati Ismoyo di Tawau, Kamis berpendapat PP yang diterbitkan pada Mei 2019 sebenarnya sangat menguntungkan pedagang lintas batas.
Hanya saja, kata dia, kemungkinan ada yang salah memahaminya dan menyalahartikannya. Padahal PP 34 Tahun 2019 menguntungkan pedagang lintas batas di Kabupaten Nunukan.
Salah satu keuntungan yang didapatkan adalah tidak ada lagi pungutan bea masuk sepanjang nilai transaksi tidak melebihi RM600 atau setara Rp2,1 juta per orang per bulan.
Jika PP ini dimaknai secara luas maka seyogyanya pedagang lintas batas menerimanya. "Sebenarnya PP 34 Tahun 2019 ini menguntungkan bagi pedagang di Nunukan," ujar Djati di ruang kerjanya.
Baca juga: Bupati Nunukan minta tunda pemberlakuan PP perdagangan perbatasan
Namun Djati mengaku, Konsulat RI tidak memiliki kewenangan untuk mengomentari terlalu jauh. Sebab kewenangan terhadap masalah perdagangan perbatasan menjadi domain pemerintah daerah.
Ia pun mengapresiasi langkah Bupati Nunukan Asmin Laura Hafid yang responsif atas masalah PP 34 Tahun 2019 dengan cepat menghadap Kementerian Perdagangan dan Bappenas di Jakarta.
"Saya salut dengan Ibu Bupati Nunukan yang cepat merespon permasalahan yang terjado dengan terbitnya PP 34 Tahun 2019 tersebut," kata dia.
Upaya yang ditempuh Pemkab Nunukan tersebut dinilai sangat tepat guna mengantisipasi adanya gejolak berkepanjangan.
Salah seorang pedagangan lintas batas di Kabupaten Nunukan yakni Amrin memandang terbitnya PP 34 Tahun 2019 sudah sangat tepat karena benar-benar mengakomodir secara tegas soal kebutuhan bagi masyarakat di wilayah perbatasan setempat.
Ia berpandangan, PP 34 Tahun 2019 memang sangat menguntungkan pedagang lintas batas karena tidak ada lagi pembayaran bea masuk. Sebagaimana peraturan sebelumnya yang diberlakukan pemerintah soal pasokan produk luar negeri ke Kabupaten Nunukan.
Baca juga: Kemendag gandeng TNI perkuat pengamanan perdagangan di perbatasan
Amrin sangat mendukung keberadaan PP 34/2019 dimana pedagangan lintas batas dituntut menyiasati agar tetap bekerja tanpa melanggar peraturan yang berlaku.
Misalnya bekerja sama dengan koperasi untuk pengadaan bahan kebutuhan pokok sehari-hari dengan menggunakan fotocopi identitas. Asalkan tidak melebihi dari ketentuan yakni Rp2,1 juta per orang per bulan.
Amrin menekankan, produk kebutuhan pokok masyarakat perbatasan dari Malaysia tidak dipasarkan di luar Kabupaten Nunukan.
Namun selama ini, ada pedagang lintaa batas yang menjual ke Sulsel sehingga dianggap melanggar aturan yang berlaku.
"Saya kira tidak ada masalah kalau barang-barang dari Malaysia ini benar-benar untuk kebutuhan masyarakat Nunukan. Masalahnya ada pedagang yang mengirim ke Parepare," imbuh dia.
Selain itu, Amrin juga meminta rekan-rekannya pedagang lintas batas agar mematuhi ketentuan Pemerintah Indonesia dan Malaysia soal syarat-syarat kapal yang layak.
Pemerintah Malaysia telah mengeluarkan aturan agar menggunakan kapal besi disertai demgan dokumen yang lengkap. Tidak menggunakan kapal yang terbuat dari kayu sebagai antisipasi terjadinya kecelakaan di laut.
Baca juga: Indonesia-Malaysia reaktivasi kesepakatan perdagangan perbatasan
Pewarta: Rusman
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019