• Beranda
  • Berita
  • Polisi tangkap "Batin" perambah Taman Nasional Tesso Nilo

Polisi tangkap "Batin" perambah Taman Nasional Tesso Nilo

14 Agustus 2019 19:07 WIB
Polisi tangkap "Batin" perambah Taman Nasional Tesso Nilo
Plang pemberitahuan rusak akibat ikut terbakar saat kebakaran hutan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, Selasa (13/8/2019). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan akan melakukan penataan dan penegakan hukum di habitat Gajah Sumatra karena ada lebih dari 8.000 kepala keluarga telah menjarah Tesso Nilo, yang disinyalir menjadi pemicu kebakaran hutan dan lahan pada tahun ini. ANTARA FOTO/FB Anggoro/hp.

Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Pelalawan menangkap seorang tokoh masyarakat atau "Batin" yang dijuluki sebagai "Batin Hitam Sungai Medang" atas dugaan melakukan perambahan lahan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).

"Tersangka membuka lahan di TNTN seluas enam hektare untuk perkebunan karet," kata Kapolres Pelalawan AKBP Kaswandi Irwan dihubungi dari Pekanbaru, Rabu.

Ia mengatakan tersangka berinisial AA itu ditangkap setelah Polres Pelalawan mendapat informasi pembukaan lahan dengan cara membakar di kawasan konservasi itu dari Balai TNTN.

Berdasarkan laporan tersebut, polisi melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap AA, pria paruh baya tersebut awal pekan ini.

Saat ini, AA telah ditetapkan sebagai tersangka meski pada awalnya dia menolak mengakui lahan yang ia buka termasuk dalam kawasan lindung.

Yang bersangkutan tidak mengakui bahwa lahan tersebut berada dalam kawasan taman nasional melainkan tanah ulayat (tanah adat). "Namun Balai TNTN memastikan masuk ke kawasan konservasi," ujarnya.

Baca juga: Pemerintah komitmen amankan Tesso Nilo dari kehancuran
Baca juga: Pemburu gading gajah merambah Teso Nilo

Polisi menjerat tersangka dengan pasal berlapis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengantongi data cukong atau pencaplok lahan Taman Nasional Tesso Nilo yang menguasai lahan di kawasan konservasi itu hingga ribuan hektare.

"Kita juga sudah punya petanya. Siapa yang
punya tiga hektare dan siapa yang punya 3.000 hektare," kata Menteri LHK Siti Nurbaya kepada wartawan di Pelalawan, Selasa (13/8).

Ia menjelaskan kondisi TNTN saat ini sangat memprihatinkan. Kebakaran tersebut sangat tidak mungkin akibat ketidaksengajaan. Menurut dia ada kelompok tertentu yang telah membuat zonasi di areal konservasi itu.

Pemerintah bersama Polri akan mengedepankan tindakan penegakan hukum dalam mengatasi masalah di TNTN. Termasuk diantaranya turut melibatkan Pemerintah Provinsi Riau serta kalangan aktivis lingkungan yang memahami benang kusut di TNTN.

"Memang aspek utama adalah penegakan hukum," ujarnya.

Baca juga: Gajah sumatera di Tesso Nilo stres akibat Karhutla
Baca juga: KLHK kantongi data cukong lahan Taman Nasional Tesso Nilo

Dia mengklaim mendapat dukungan penuh dari Kapolri untuk melakukan tindakan law enforcement di TNTN.

"Kemarin sore pak Kapolri sudah mempertegas tentang langkah penegakan hukum. Konseptualisasi sudah ada. Kita selesaikan bersama aparat dan aktivis lapangan yang memahami wilayah itu," kata Siti Nurbaya.

TN Tesso Nilo adalah kawasan konservasi, yang salah satunya berfungsi sebagai habitat asli satwa endemik gajah sumatera (elephas maximus sumatranus).

Awalnya, luas TN Tesso Nilo adalah 38.576 hektare (ha) berdasarkan Surat Keputusan Menhut No.255/Menhut-II/2004.

Kemudian kawasan konservasi itu diperluas menjadi 83.068 ha dengan memasukkan areal hutan produksi terbatas yang berada di sisinya, berdasarkan SK No.663/Menhut-II/2009.

Namun kerusakan yang terjadi di kawasan itu akibat perambahan sudah sangat massif yang mengubah bentang alam hutan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Baca juga: Menteri LHK : Karhutla bergerak ke zona inti TNTN
Baca juga: Kebakaran di TN Tesso Nilo Riau terjadi sporadis di area perluasan

Pewarta: Anggi Romadhoni
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019