"Seperti jemur jangan mepet rel, bangunan juga jangan terlalu dekat dengan rel," kata Manajer Humas PT KAI (Persero) Daop VI Eko Budianto di Solo, Senin.
Selain itu, dikatakannya, aktivitas masyarakat yang masih banyak ditemui yaitu meletakkan tumpukan jerami di atas rel serta menggembalakan hewan dan diikatkan di rel KA.
"Bahkan saat ini banyak anak ingin foto selfie sampai mengabaikan keselamatan. Tidak tanggung-tanggung mereka tidur di atas rel sampai KA melintas terus bangun lagi. Ini sangat berbahaya. Selain itu, bukannya menjauh tetapi menempelkan kepalanya berdekatan dengan laju rel untuk cari momen yang bagus," katanya.
Akibat kondisi ini, dikatakannya, terkadang operasional kereta api terpaksa tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Seperti contoh, KA Batara Kresna dengan rute Purwosari-Wonogiri harus beroperasi dengan kecepatan 30 km/jam.
"Padahal seharusnya rute ini bisa dilalui dengan kecepatan 60 km/jam. Bahkan di Jalan Slamet Riyadi, KA ini harus beroperasi dengan kecepatan 10 km/jam," katanya.
Terkait hal itu, pihaknya berharap agar masyarakat paham bahwa rel tersebut bukan rel mati.
"Ini lintas milik pemerintah yang suatu saat akan dimanfaatkan untuk operasional yang lebih besar lagi," katanya.
Ia mengatakan dari 171 KA yang setiap harinya melintas di jalur Daop VI saat ini, ke depan jumlah tersebut akan ditambah termasuk operasional untuk KRL.
"Pada tahap pertama KRL akan dioperasikan untuk rute Yogya-Klaten, sedangkan tahap berikutnya sampai Solo. Artinya ke depan KA yang rel diesel seperti Prameks, KRD ini bisa dioperasikan di lintas Wonogiri sampai Purwosari. Oleh karena itu, kami berharap kepada masyarakat agar paham kondisi tersebut," katanya.
Baca juga: Jalur ganda Solo-Kedung Banteng beroperasi, perjalanan kereta lancar
Baca juga: KAI garap proyek KRL Solo-Yogyakarta
Baca juga: KAI akan operasikan kereta tambahan atasi kepadatan Pramex dari Kutoarjo
Pewarta: Aris Wasita
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019