"Tantangan bangsa mengalami perubahan. Perang terkini adalah menggunakan model soft power. Cuci otak dengan memanfaatkan lembaga pendidikan, lembaga keagamaan hingga teknologi informasi," kata Basarah dalam keterangan tertulis MPR, Senin.
Baca juga: Papua Terkini - Imigrasi ungkap alasan warga Australia menonton demo
Baca juga: Pengamat desak pemerintah keluarkan metode baru tangani Papua
Baca juga: Masyarakat Indonesia Timur di Surabaya: Waspadai pemecah bangsa
Dalam kegiatan yang dilaksanakan di Unisma Malang Jawa Timur, Minggu (1/9) ini, Basarah menegaskan bahwa di dunia maya bisa dengan mudah ditemukan propaganda nilai-nilai dan budaya asing, mulai dari ekstremisme agama, paham kebebasan, informasi palsu (hoax) hingga ujaran kebencian bisa dengan mudah ditemukan di internet.
Sebagai pengguna internet dan media sosial, tentu saja generasi muda menjadi sangat rentan dan mudah terpapar dengan berbagai propaganda tersebut.
"Tidak jarang generasi muda menelan mentah-mentah informasi tersebut dan turut menyebarkannya, tanpa terlebih dahulu melakukan klarifikasi" ujar Basarah yang juga dosen paska sarjana Unisma.
"Nah bagaimana kita menggunakan internet untuk memperkuat wawasan kebangsaan kita? Ini menjadi tantangan kita bersama sebagai sebuah bangsa" ujar Basarah.
Baca juga: Papua Terkini - Masyarakat peduli Papua aksi damai untuk Indonesia
Baca juga: Pemerintah diminta tegas terkait keterlibatan asing di Papua
Terhadap fenomena tersebut, Perguruan Tinggi menurut Basarah memiliki andil penting dalam membentuk Nation and Character lewat wawasan kebangsaan.
Hal ini bisa dimulai dengan menyiapkan tenaga pendidik yang berkarakter Pancasilais. Pengetahuan yang disampaikan tenaga pendidik akan membentuk pola pikir.
Pola pikir akan membentuk keyakinan dan perilaku. Perilaku yang diulang terus akan menjadi karakter.
Kedua adalah optimalisasi Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Pancasila dalam Kegiatan Mahasiswa di Perguruan Tinggi.
"Diperlukan dukungan dan peran pemerintah untuk memanfaatkan kerja sama dengan organisasi kemahasiswaan seperti ekstra universitas Kelompok Cipayung untuk terlibat membumikan Pancasila di setiap kampus," tegas Basarah
Terakhir, Basarah juga mengapresiasi kiprah Unisma dalam lanskap pendidikan nasional. Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (NU) terbesar di Indonesia dinilai mampu memadukan nilai-nilai Islam moderat dengan semangat toleransi dan kebhinekaan.
"Harapan kita semoga Unisma terus istiqomah menebar Islam damai, mempropagandakan Islam wasathiyyah atau moderat dengan membawa semangat toleransi dan kebhinekaan," demikian penjelasan Basarah.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019