Ketua Komisi Informasi (KI) Pusat Gede Narayana mengatakan substansi Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pertanahan yang saat ini dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat merampas hak akses informasi masyarakat.
RUU Pertanahan itu bertentangan dengan Pasal 28 F Undang-undang Dasar 1945 yang mengatur jaminan terhadap hak setiap orang untuk memperoleh informasi.
“Informasi terkait nama pemilik hak atas tanah khususnya hak guna usaha (HGU) merupakan informasi publik yang bersifat terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat,” kata Gede Narayana di Kantor KIP Jakarta, Selasa.
Muatan materi yang berpotensi bertentangan dengan hak azasi manusia atas akses informasi publik berkaitan rumusan pengecualian informasi terhadap daftar nama pemilik hak atas tanah.
Padahal RUU Pertanahan itu adalah jawaban atas amanah TAP MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Baca juga: BPN tegaskan RUU Pertanahan jadi acuan pemilihan tanah ibu kota
Baca juga: KPA: Pertimbangkan hak masyarakat adat di RUU Pertanahan
Gede mengatakan Komisi Informasi Pusat telah memutuskan bahwa status informasi mengenai HGU sebagai informasi publik yang bersifat terbuka sehingga dapat diakses oleh masyarakat.
“Putusan Komisi Informasi Pusat mengenai sengketa informasi HGU diputuskan melalui Putusan Nomor 057/XII/KIP-PS-M-A/2015, sengketa informasi antara Pemohon Forest Watch Indonesia terhadap Termohon Kementerian Agraria dan Tata Ruang RI,” kata dia.
Putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).
“Pada tahun 2012, Komisi Informasi Pusat juga telah memutuskan informasi HGU merupakan informasi publik yang bersifat terbuka melalui Putusan Nomor 218/VII/KIP-PS-MA-A/2012 dan telah in kracht di Mahkamah Agung dengan Putusan Nomor 647 K/TUN/2017,” ungkap Gede.
Tidak hanya di Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi Provinsi Aceh dan Kalimantan Timur juga memutuskan bahwa informasi HGU sebagai informasi publik yang bersifat terbuka.
“Putusan Komisi Informasi Pusat dan beberapa Komisi Informasi Provinsi telah memutus HGU sebagai informasi terbuka sehingga RUU Pertanahan yang mengatur pengecualian informasi hak atas tanah berkaitan dengan HGU jelas bertentangan dengan hak azasi dan semangat transparansi,” kata Gede.
Baca juga: Pakar: RUU Pertanahan hanya memandang tanah dari fungsi ekonomi
Baca juga: Komnas HAM: RUU Pertanahan beri impunitas terhadap korporasi
Baca juga: Anggota DPR berharap pemerintah satu suara terkait RUU Pertanahan
Berdasarkan putusan tersebut, RUU Pertanahan yang mengatur informasi mengenai nama pemilik hak atas tanah khususnya terkait hak guna usaha jelas bertentangan dengan jaminan hak azasi dan agenda mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, transparan, efektif, efisien, dan akuntabel.
Terkait dengan pembahasan RUU Pertanahan tersebut, KI Pusat akan mengawal dan memberi masukan ke panja RUU Pertanahan, utamanya terkait pasal yang mengatur tentang hak mendapatkan informasi publik mengenai data pertanahan.
Harapannya, RUU Pertanahan tersebut benar-benar memperhatikan hak atas informasi publik terkait data pertanahan.
Sebagai lembaga pemerintah yang lahir dari amanat UU Nomor 14 Tahun 2008., Komisi Informasi Pusat akan menjalankan apa yang diamanatkan dalam UU tersebut, yaitu mengawal hak akses masyarakat terhadap informasi yang bersifat publik.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019