Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dan Anak Kementerian PPPA, Rafael Walangitan di Kendari, Jumat mengatakan, saat ini Kementerian PPP telah melakukan penandatanganan MoU bersama lima kawasan industri terbesar di tanah air yang membangun rumah perlindungan pekerja perempuan diantaranya kawsan industri Cakung (Jakarta Timur), industri Karawang (Jawa Barat), industri Cilegon (Banten), Pasuruan (jawa Timur) dan indutri Bintan (Kepri).
"Tentu kita berharap pada 2020 mendatang, juga dilakukan MoU dengan sejumlah daerah dengan membangun rumah pekerja perempuan yang memang tingkat kepadatan pekerja perempuan di atas rata-rata 500 orang dalam satu kawasan," ujaranya.
Ia mengatakan, pemikiran kementerian PPPA untuk membangun rumah pekerja perempuan dalam kawasan industri tersebut, juga telah direspon oleh sejumlah provinsi di tanah air, namun teknisnya masih dalam proses.
Baca juga: Pemerintah bentuk RP3 untuk lindungi perempuan pekerja
Baca juga: Menteri PPPA resmikan rumah perlindungan pekerja perempuan di Bintan
Ditempat kerja, perempuan kerap menjadi kelompok yang rentan mengalami kekerasan baik secara seksual, psikis maupun fisik di sektor industri, bahkan pabrik,
perkantoran, perniagaan besar dan sektor perkebunan masih sering dialami tenaga kerja perempuan dengan berbagai kekerasan.
"Pekerja perempuan khususnya buruh perempuan di pabrik sangatlah rentan mengalami tindakan kekerasan dan diskriminasi seperti sulit mendapatkan hak untuk berserikat, hak cuti hamil, cuti haid, hubungan industrial yang tidak adil serta hak perlindungan dan keselamatan kerja. Hal ini disebabkan banyak di antara mereka yang belum memahami hak-hak perempuan pekerja, serta merasa takut, malu dan tidak tahu tempat untuk melapor ketika mengalami kekerasan ataupun diskriminasi di tempat kerja," ujarnya.
Baca juga: Menteri Yohana: Pekerja perempuan harus dilindungi dari kekerasan
Baca juga: Yohana: Kawasan industri buat rumah perlindungan pekerja perempuan
Kementerian PPPA berharap rumah perlindungan bagi pekerja perempuan dapat dipahami bagi kawasan industri lainnya di tanah air, sehingga seluruh pekerja perempuan memiliki tempat untuk menyampaikan pengaduan atas permasalahan yang mereka hadapi.
Sementara itu, peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) saat memberi hasil penelitian terkait desiminasi terkait profil perlindungan tenaga kerja perempuan di
Sultra menjelaskan bahwa perempuan juga tidak memiliki posisi tawar setara di dalam struktur kerja, sehingga ketika mengalami kekerasan, mereka terpaksa menerima dan tidak berani melapor karena terancam kehilangan pekerjaan.
"Padahal sesuai Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perempuan pekerja harus diberikan perlindungan yaitu berupa jaminan perlindungan fungsi reproduksi perempuan yang meliputi pemberian istirahat pada saat hamil dan melahirkan, pemberian kesempatan untuk menyusui anaknya serta perlindungan hak-haknya sebagai pekerja dan lain sebagainya," ujar dosen IPB tersebut.
Rangkaian kegiatan desiminasi profil perlindungan tenaga kerja perempuan juga dihadiri Deputi Perlindungan Perempuan Kementerian PPPA, Prof Dr.Vennetia R Dones, MSc,PhD dan Kadis P3A dan KB Sultra Andi Tenri Rawe Silondae.
Baca juga: KPPPA luncurkan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan
Baca juga: Menteri PPPA minta Aceh perhatikan kepentingan terbaik perempuan-anak
Pewarta: Abdul Azis Senong
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019