• Beranda
  • Berita
  • Ciputra, sang maestro properti dari Ancol hingga kota satelit

Ciputra, sang maestro properti dari Ancol hingga kota satelit

27 November 2019 20:36 WIB
Ciputra, sang maestro properti dari Ancol hingga kota satelit
ARSIP: Pendiri Grup Ciputra Ir Ciputra saat acara Golden Property Awards 2015, Jakarta, Rabu (26/8/2015) malam. ANTARA FOTO/Reno Esnir/am.

Ciputra juga bercita-cita untuk dapat menciptakan lebih banyak entrepreneur di Indonesia, yakni generasi muda yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri dengan cara mengubah ‘sampah dan rongsokan menjadi emas

"Entrepreneur adalah cara yang terbaik untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Keingingan, keberanian dan mau mengambil risiko serta bekerja keras, itulah yang disebut bakat".

Kalimat tersebut merupakan secuil dari buah pemikiran seorang begawan properti Dr. (HC). Ir. Ciputra, yang meninggal dunia di Singapura, pada Rabu (27/11) dini hari pukul 01.00 waktu setempat.

"Telah meninggal dunia dengan tenang, Bapak Ir Ciputra, Chairman dan Founder Ciputra Group di Singapore pada tgl 27 November 2019 pk 1:05 waktu Singapore. Kami keluarga besar Ciputra Group mengucapkan turut berduka yang mendalam dan mendoakan semoga Keluarga yg ditinggalkan diberikan ketabahan dan kekuatan menghadapi kedukaan ini,” demikian pesan singkat yang diterima Antara, di Jakarta, Rabu pagi.

Ciputra meninggal dalam usia 88 tahun. Almarhum yang merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara, lahir di Parigi, 24 Agustus 1931 dari keluarga sederhana. Di usia 12 tahun, Ciputra sudah harus mandiri, setelah ayahnya ditangkap oleh tentara penjajah.

Ciputra meninggalkan istri, 4 anak, 4 menantu, 10 cucu, 4 cucu menantu, dan 7 cicit.

Semasa hidupnya, Ciputra yang akrab disapa Pak Ci ini, dikenal sebagai sosok pekerja keras, sederhana, dan sangat entrepreneurial.

Ciputra selalu menekankan kepada keluarganya untuk mengutamakan kejujuran dan integritas yang kemudian diterapkan dalam menjalankan bisnis Grup Ciputra, yakni berdasarkan tiga pilar filosofi yaitu Integritas, Profesionalisme dan Entrepreneurship.

"Ciputra juga bercita-cita untuk dapat menciptakan lebih banyak entrepreneur di Indonesia, yakni generasi muda yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri dengan cara mengubah ‘sampah dan rongsokan menjadi emas’," kata Rina Ciputra Sastrawinata, putri pertama Ciputra.

Baca juga: Menteri BUMN Erick Thohir ucapkan belasungkawa atas wafatnya Ciputra

Bukan keluarga terdekat saja yang kehilangan sosok Ciputra, tapi seluruh masyarakat terutama yang mengenal dan mengetahui kiprah Ciputra dalam dunia usaha, properti, pendidikan dan sosial.

Siapa yang tidak kenal dengan Ciputra. Karyanya berupa properti dan ikon di ibu kota Jakarta dan sejumlah provinsi di Tanah Air, dari sejak orde baru hingga saat ini.

Dalam sebuah video berjudul Sang Guru, yang diunggah pada April 2014, Ciputra bercerita betapa sulitnya perjalanan hidupnya mulai dari masa kecil, remaja hingga setelah kuliah dari Institut Teknologi Bandung (ITB).


Ciputra dikenal sebagai pengusaha properti yang sukses. Banyak perusahaan didirikannya, antara lain Jaya Group, Metropolitan Group dan Ciputra Group.

Ciputra menghabiskan masa kecil hingga remaja di Parigi, Sulawesi Tengah. Ketika remaja ia bersekolah di Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas Frater Don Bosco di Manado, Sulawesi Utara.

Usai menempuh pendidikan SMA, ia melanjutkan studi dan diterima di perguruan tinggi di Institut Teknologi Bandung. Pada tingkat empat, ia bersama Budi Brasali dan Ismail Sofyan mendirikan usaha konsultan arsitektur bangunan yang berkantor di sebuah garasi.

Berbekal kemampuan arsiteknya lah, Ciputra hijrah ke Jakarta untuk mempraktekan ilmu yang diraihnya di ITB.

Ia bersama Budi Brasali dan Ismail Sofyan mendirikan usaha konsultan arsitektur bangunan yang berkantor di sebuah garasi.

Waktu itu sekitar 1965, Ciputra memberanikan diri menemui Gubernur DKI Jakarta Soemarno Sosroatmodjo di mana saat itu Pemda DKI akan membangun Proyek Senen.

"Saya menawarkan diri untuk membangun. Saya bilang baru lulus arsitek, karena waktu itu profesi itu masih langka," kata Ciputra.

Gayung bersambut, Soemarno langsung setuju membuat proyek bersama antara Pemda DKI dengan Ciputra. Pekerjaan pertama Ciputra dkk adalah Proyek Senen.

Dalam waktu dua minggu, Ciputra mengebut siang malam menyelesaikan proposal termasuk studi kelayakan. "Seumur hidup saya belum pernah membuat feasibility study, contoh cash flow pun saya ajukan ke Pak Marno," ujarnya.

Proyek Senen merupakan properti yang paling bergengsi karena ketika itu di Jakarta belum ada pusat perbelanjaan modern.

"Saya akhirnya dipertemukan dengan Bung Karno (Presiden RI) dan langsung menyetujui proposal yang kami ajukan," ujarnya.

Setelah selesai membangun Proyek Senen, Ciputra tidak berhenti untuk mempraktikkan ilmu arsitek sekaligus mengasah jiwa kewirausahaannya (entrepreneursip).

Ciputra mengaku bahwa kemampuannya dalam mengelola perusahaan berasal dari bakat.

"Umumnya manusia di dunia 30 persen punya bakat menjadi enterpreneur, meskipun tidak semua. Tapi, bakat itu adalah keingingan, keberanian, dan berani mengambil risiko, mau kerja keras. Kalau orang lain mampu, saya analisa, kenapa mereka mampu. Saya termotivasi harus mampu," katanya.
Baca juga: Menkeu: Ciputra meninggal, Indonesia kehilangan tokoh visioner
 
Ciputra Internasional (Foto HO Ciputra Internasional)


Dunia Fantasi Ancol

Ibu kota Jakarta semakin padat. Jumlah penduduk yang terus meningkat mengharuskan tersedianya fasilitas bagi warganya yang sehari-hari membutuhkan tempat-tempat rekreasi yang tidak jauh dari pusat Jakarta.

Salah satu yang sudah digagas oleh Presiden Soekarno adalah pengembangan kawasan Ancol. Proyek di bagian utara Jakarta ini sudah mulai pada 1967, dibangun di masa Gubernur Ali Sadikin, namun tidak tidak terlaksana atau pembangunannya macet.

Berbekal sebagai CEO PT Pembangunan Jaya yang sahamnya juga dimiliki Pemda DKI, Ciputra mengajukan konsep baru penyelesaian Ancol kepada Ali Sadikin.

Bang Ali seorang "government entrepreneur yang saya kagumi, langsung menyetujui berpesan: Jadikan Ancol setaraf dengan Disneyland-nya Amerika", ujar Ciputra.

Ia pun semakin yakin mampu menyelesaikan pengembangan Ancol, karena semasa kuliah di ITB, Ciputra sudah tertarik dengan sosok Walter Elias Disney, seorang arsitek seniman yang hebat yang membangun World Disney, Amerika Serikat.

"Jadi saya juga ingin bangun Disneyland-nya Indonesia. Sekarang ini kesempatan. Saya langsung menyatakan bahwa pengelolaan Ancol seluas 500 ha itu harus menyeluruh atau tidak dikavling-kavling, komprehensif dilakukan dalam satu perusahaan, tidak boleh dipecah-pecah," ujarnya.

Meski demikian, Ciputra mengaku tidak mudah melakukan pengembangan, karena ketika itu perusahaan tidak memiliki modal untuk investasi.

Ciputra pun harus memutar otak. Biaya yang dibutuhkan cukup besar. Pengembangan Ancol yang cukup luas mencakup pembenahan pantai untuk rekreasi, gelanggang samudra, kolam renang, pasar seni dan Dunia Fantasi termasuk pembangunan akses jalan di lokasi Ancol.

Pembangunan Jaya kemudian resmi mengambil proyek Ancol yang saat itu dalam kondisi punya utang.

Ketika itu Bank BDN menolak mentah-mentah untuk memberikan pinjaman untuk membiayai proyek Ancol. Namun Ciputra beralih, meminta nasehat dari Gubernur Bank Indonesia Rahmat Saleh yang juga merupakan teman baiknya.

Kemudian Rahmat Saleh memperkenalkan Ciputra dengan pihak Bank BNI dan kerja sama pembiayaan berjalan mulus.

"Jadi ini taktik saya, karena saya yakin pasti ada bank yang mau memberi pinjaman untuk membangun Dunia Fantasi Ancol," katanya.

Hasilnya, tahun pertama beroperasi Dunia Fantasi Ancol dikunjungi sekitar 15.000 orang per tahun, saat ini pada 2018 mencapai sekitar 19 juta orang per tahun.
Pemandangan malam wahana Ontang Anting di Dunia Fantasi, Taman Impian Jaya Ancol. (dok Humas Ancol)

Kota satelit

Ciputra memiliki semangat yang luar biasa. Dalam setiap kesempatan, Ciputra selalu menyebarkan semangatnya yaitu "My biggest project is my next project".

Kalimat singkat itu selalu dilontarkannya untuk mendorong orang-orang agar tidak lelah mewujudkan mimpi dan harapannya guna mencapai yang lebih baik.

Setelah membangun Proyek Senen, Taman Impian Jaya Ancol dengan ikon Dunia Fantasi, Ciputra semakin mengukuhkan diri sebagai sosok raja properti di Tanah Air, di mana ketika itu mulai membangun sejumlah pusat perbelanjaan seperti Slipi Jaya Plaza.

Masih terkait dengan ibu kota Jakarta yang semakin padat, Ciputra berpikiran bahwa harus ada kota-kota satelit yang mengelilingi Jakarta, sebagai kawasan "overflow"dari penduduk ibu kota.

"Filosofinya membangun kawasan dengan konsep kota mandiri berarti ikut membangun kehidupan baru," ujarnya.

Untuk itulah Ciputra melalui sejumlah perusahaannya mengembangkan kota mandiri yang sangat prestisius seperti Bintaro, Bumi Serpong Damai, Pondok Indah, Pantai Indah Kapuk dan beberapa kota lainya di Indonesia.

Saat ini Ciputra Group setidaknya sudah membangun sekitar 40-50 kota di seluruh Indonesia.

Tidak cukup, Ciputra juga mengembangkan sayap ke luar negeri membangun properti di sejumlah negara yaitu di India, Kamboja, Vietnam hingga China.

Selain properti, Ciputra juga telah membangun lebih dari 6 lapangan golf berskala internasional di dalam negeri dan lebih dari 2 lapangan golf di luar negeri.

Di sektor pelayanan kesehatan, Ciputra Grup merupakan kelompok usaha yang terlebih dahulu membangun rumah sakit modern seperti RS Puri Indah, RS Pondok Indah, Ciputra Hospital Citra Raya, RS Bintaro, RS Citragarden dan sejumlah rumah sakit di daerah seperti di Banjarmasin.

Pada 1997, ketika terjadi kriris bisnis Ciputra Group tidak terlepas dari terpaan kesulitan. Namun berkat kepiawaiannya, sejumlah bisnisnya dapat bangkit dan kini Ciputra Group mampu melakukan ekspansi di dalam negeri bahkan ke luar negeri.

Kini Ciputra Group telah menjadi salah satu pengembang Indonesia yang paling terdiversifikasi dari segi produk, lokasi dan segmen pasar. Grup usaha ini go public pada 1994, dengan perusahaan induk PT Ciputra Development Tbk, serta 2 anak perusahaan PT Ciputra Surya Tbk, dan PT Ciputra Property Tbk.

Selama tiga dekade terakhir, Ciputra Group telah berhasil mengembangkan lebih dari 70 proyek perumahan di lebih dari 40 kota di Indonesia dan masih memiliki banyak proyek dalam persiapan maupun negosiasi.
CitraLand (Ist) (Ist/)


Perusahaan tersebut memiliki bisnis inti real estat, baik residensial maupun komersial. Kendati demikian, Ciputra Group juga merambah bidang agen properti (Century21), kesehatan (Ciputra Hospital, Ciputra Medical Center), asuransi (Ciputra Life), dan pendidikan (Universitas Ciputra).

Dimulai pada awal 1990-an, selain core business atau bisnis intinya di industri properti, Ciputra Group telah melakukan diversifikasi ke 11 industri, termasuk Pengembang skala Kota, Gedung Perkantoran, Pusat Perbelanjaan, Hotel, Apartment, Pusat Rekreasi, Fasilitas Olahraga, Telekomunikasi, Kesehatan, Broker, Media dan e-commerce.

Ciputra Group berkomitmen untuk mendorong lahirnya wirausahawan baru bagi Indoenesia. Universitas Ciputra adalah lembaga akademis pertama yang berfokus pada pendidikan entrepreneurship di Indonesia. Menyebarkan semangat entrepreneurship telah menjadi fokus CSR Group, juga mendukung seni di Indonesia melalui Ciputra Artpreneur.

Kini Ciputra, sang maestro telah berpulang menghadap Sang Khalik. Sejumlah kalangan dari masyarakat kecil hingga tingkat pejabat negara menyampaikan duka mendalam.

Banyak karya yang ditinggalkan Ciputra berbalut karya seni tinggi. Indonesia kehilangan tokoh visioner pengusaha properti.

Selamat jalan Pak Ci, hasil karyamu tetap dikenang dan memberi manfaat besar bagi masyarakat.


Baca juga: Ciputra akan dikebumikan di Jonggol

Baca juga: Bos Indofood kenang sosok Ciputra sebagai pionir konsep real estat

Baca juga: Semangat Ciputra, "My biggest project is my next project"

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019