Ketua Umum Farmasis Indonesia Bersatu (FIB) Fidi Setyawan dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu, berharap Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto membatalkan wacana mengembalikan kewenangan proses izin edar obat di Kementerian Kesehatan.
Fidi menginginkan proses izin edar obat tetap berada di bawah BPOM, namun juga meminta BPOM untuk mempercepat proses izin tersebut sebagaimana banyak dikeluhkan oleh industri atas prosedur yang berlarut-larut.
Baca juga: YLKI berharap penanganan izin edar obat tak diambil alih dari BPOM
Baca juga: Menkes akan pangkas proses perizinan obat-obatan
"Mendorong Badan POM melakukan percepatan perizinan sehingga membuat iklim Investasi Kondusif," kata dia.
Farmasis Indonesia Bersatu juga mendorong BPOM melakukan desentralisasi perizinan kepada Balai POM Daerah untuk produk-produk UKM dan jamu tadisional sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara adil dan merata.
Selain itu Fidi juga berharap BPOM meningkatkan penerimaan pegawai berkualifikasi apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan penyuluh produk farmasi kreatif di masyarakat agar bisa meningkatkan derajat ekonomi masyarakat.
Fidi yang mewakili Farmasis Indonesia Bersatu telah beraudensi dengan ketua Badan POM Penny Lukito. Dalam pertemuan tersebut dirinya juga meminta agar BPOM meningkatkan komunikasi dengan organisasi-organisasi apoteker dalam hal penyusunan regulasi ke depan.
Organsisasi Farmasis Indonesia Bersatu juga meminta Badan POM menjamin peredaran dan distribusi obat hanya dari sarana kefarmasian dan bersikap setara di dalam penindakan di semua sarana terkait obat.
Baca juga: BBPOM imbau warga Aceh tidak konsumsi herbal tanpa izin edar
Baca juga: Polisi Pelalawan sita ratusan kosmetik dan obat ilega
Deputi direktur lembaga kajian Pusat Studi Nusantara (PUSTARA) Agus Surono berpendapat wacana Menkes Terawan Agus Putranto yang akan mempercepat proses izin edar obat bisa berdampak pada keamanan produk obat.
Menurut Agus, izin edar obat dikeluarkan oleh otoritas obat dan makanan dengan mengikuti standar prosedur yang prudent untuk memastikan setiap obat yang beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat harus aman, bermutu dan berkhasiat (Effective and Efficacy).
"Hal ini sudah pasti akan menimbulkan kekuatiran atau ketakutan tidak saja bagi yang mengkonsumsi obat tersebut, melainkan juga oleh dokter yang akan meresepkan dan apoteker yang meracikan atau memberikan obat kepada pasien akan keamanan, mutu, efektifitas dan efikasi obat tersebut," kata Agus.
Baca juga: BPOM batalkan izin edar sembilan merek jamu
Baca juga: BBPOM musnahkan produk ilegal senilai Rp449 juta
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019