BPOM: 2019 banyak inovasi perizinan

19 Desember 2019 14:18 WIB
BPOM: 2019 banyak inovasi perizinan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Kusumastuti Lukito (tiga kanan) di sela "Dialog Refleksi Kinerja 2019 dan Outlook 2020" BPOM di Jakarta, Kamis (19/12/2019). (ANTARA/Anom Prihantoro)
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Kusumastuti Lukito mengatakan sepanjang 2019 BPOM telah melakukan sejumlah inovasi dalam perizinan produk sehingga turut mendukung pertumbuhan positif bagi dunia usaha.

"Perizinan terkait sarana pembuatan obat, integrasi sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ke dalam online single submission (OSS) sejak tahun 2018 telah mempersingkat linimasa proses dari 84 Hari Kerja (HK) menjadi 35 HK," kata Penny di sela "Dialog Refleksi Kinerja 2019 dan Outlook 2020" BPOM di Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan BPOM juga menempuh berbagai inovasi dalam percepatan perizinan obat dan makanan dengan upaya deregulasi, penyederhanaan proses bisnis dan penggunaan teknologi informasi/digitalisasi.

Baca juga: BPOM gencar awasi peredaran obat dan makanan secara daring
Baca juga: NU kaji persoalan pengurangan peran perizinan obat BPOM


Kepala BPOM menyontohkan dari banyak upaya itu memicu percepatan perizinan melalui pemenuhan janji layanan. Melalui inovasi itu waktu layanan registrasi obat naik 30 persen pada tahun 2019 menjadi 80,19 persen. Angka itu melonjak jika dibandingkan tahun 2016 sebesar 51,96 persen.

Di bidang lain, Penny mengatakan waktu percepatan registrasi/notifikasi obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetik sudah mengalami pemangkasan linimasa. Dia menyontohkan linimasa registrasi obat tradisional dan suplemen kesehatan untuk ekspor hanya 3 HK dari semula 30 HK.

Kemudian, kata dia, pada bidang perizinan pangan olahan, BPOM melakukan berbagai inovasi percepatan perizinan. Berdasarkan kajian berbasis risiko, produk pangan risiko rendah dan sangat rendah dapat diproses melalui notifikasi tanpa mempersyaratkan hasil analisis.

Baca juga: BPOM Pekanbaru musnahkan 17.046 arsip
Baca juga: Pelaku usaha nilai izin edar obat diproses singkat


"Hasil kajian berbasis risiko dengan penerapan tanda tangan elektronik (TTE) memangkas linimasa registrasi notifikasi dari 10 HK menjadi 5 HK," katanya.

BPOM, kata Penny, juga melakukan deregulasi untuk mempermudah ekspor produk obat dan makanan. Berdasarkan data penerbitan Surat Keterangan Ekspor (SKE) di bidang obat oleh BPOM pada 2019, produk obat asal Indonesia telah diekspor ke 48 negara.

"Jumlah produk yang diekspor sebanyak 1.001 produk yang dihasilkan oleh 58 industri farmasi di Indonesia," katanya.

Baca juga: BPOM sita produk ilegal dari empat gudang di Jakarta
Baca juga: Ciptakan generasi emas berkualitas lewat jajanan sehat

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019