"Petahana dapat melakukan mutasi pejabat bila mendapat persetujuan tertulis dari menteri," ucap Ketua Bawaslu Sulteng Ruslan Husen di Palu, Sabtu.
Baca juga: Bawaslu akui problem netralitas ASN masih menjadi tantangan utama
Pernyataan Ruslan Husen mengaju pada ayat 2 pasal 71 Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2016 perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang, yang berbunyi "gubernur dan wakil gubernur, wali kota dan wakil wali kota, bupati dan wakil bupati dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.
Bawaslu, kata Ruslan, telah mengeluarkan imbauan larangan memutasi pejabat bagi petahana pada tanggal 31 Desember 2019 yang ditujukan kepada Gubernur Sulteng, Wali Kota Palu, dan tujuh bupati.
Baca juga: Gubernur teken hibah Rp56 miliar untuk pengawasan Pilkada Sulteng
Dalam imbauan Bawaslu Sulteng Nomor 143/K.ST/PM.00.01/XII/2019, Bawaslu menguraikan enam ayat dari pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, beberapa ayat di antaranya memuat tentang larangan memutasi pejabat.
Bawaslu Sulteng juga memuat ayat 3 Pasal 71 Undang-Undang tersebut yang berbunyi "gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Baca juga: Wagub ingatkan agar persiapan Pilkada Sulteng 2020 terus dimatangkan
Dalam imbauan itu, Bawaslu menyatakan apabila ditemukan dugaan pelanggaran, pengawas pemilu akan melakukan penindakan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
Kemudian, Bawaslu Sulteng juga mengimbau untuk menghindari tindakan yang berpotensi dapat melanggar ketentuan pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016, karena berkonsekuensi sanksi pembatalan sebagai calon kepala daerah.
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020