"Karena merugikan buruh. Rencana Omnibus Law tidak memberikan kepastian pada nasib buruh," kata Ketua Pimpinan Cabang Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia Kota Batam, Masmur Siahaan di sela-sela unjuk rasa di halaman Kantor Wali Kota, Senin.
Menurut dia, Omnibus Law memberikan kemungkinan pemberlakuan upah minimum khusus dan upah per jam.
Menurut dia, aturan itu tidak memberikan kepastian kepada kepada pekerja. Apalagi, upah yang dibayar per jam.
Baca juga: Buruh Mukomuko tolak RUU Cipta Lapangan Kerja
Baca juga: KSPI minta DPR tolak RUU Cipta Lapangan Kerja
Baca juga: Anggota DPR ingin semua pihak bersabar terkait "omnibus law"
Dalam industri galangan kapal misalnya, yang kerjanya bergantung pada alam. Bila hujan, tidak bekerja, maka tidak akan mendapatkan upah.
Kemudian, upah minimum khusus, ketika pengusaha tidak mampu membayar UMK, maka diperbolehkan membayar di bawah ketentuan.
"Semestinya pengusaha yang tidak mampu bisa membuat surat pernyataan ke Disnaker untuk ditangguhkan," kata dia.
Dengan Omnibus Law, kata dia, pemerintah seolah lepas tangan atas nasib pekerja.
Pekerja juga menolak kenaikan iuran BPJS, karena menurut dia, kehadiran badan penyelenggara jaminan itu tidak memberikan perlindungan, justru menimbulkan masalah.
"Ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola negara merugikan buruh dan pengusaha," kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam Rudi Sakyakirti mengatakan pemda akan menyampaikan protes buruh tersebut ke pemerintah pusat. "Karena ini kebijakan pusat," kata dia.*
Baca juga: Komisi IX DPR RI bentuk tim kaji Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja
Baca juga: Penyusunan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja capai 95 persen
Baca juga: Anggota DPR apresiasi RUU Cipta Lapangan Kerja
Pewarta: Yuniati Jannatun Naim
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020