"Kalau tekniknya seperti melukis dengan cat air, 'aquarel', tidak sekali oles, bisa sampai puluhan kali, sesuai kebutuhan," katanya di Borobudur, Kabupaten Magelang, Sabtu.
Sejak lama, Easting Medi, pelukis autodidak yang mengelola Studio Easting Medi Art di Dusun Tingal Wetan, Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, sekitar satu kilometer timur Candi Borobudur itu, merintis eksplorasi empon-empon menjadi bagian menciptakan karya-karya yang identik dengan lukisan kepala Buddha, relief Candi Borobudur, dan kehidupan masyarakat di kawasan tersebut.
Baca juga: Pelukis Borobudur pameran di Vietnam
Baca juga: Pelukis Borobudur gelar pameran tunggal "Menjaring Kemungkinan"
Selain menggunakan cat akrilik untuk melukis, ia juga mengeksplorasi empon-empon untuk pewarnaan, khususnya terkait dengan gradasi terang dan gelap, sehingga hasilnya terkesan alami.
Di sekitar tempat tinggalnya yang pedesaan itu, ia sejak kecil menanam dan mengolah empon-empon, termasuk untuk konsumsi sendiri sebagaimana warga sekitar lainnya.
Terkait dengan manfaat mengonsumsi jamu, ia mengakui bisa memperkuat daya tahan tubuh, terlebih saat ini dikabarkan bisa menangkal merebaknya penularan virus corona.
Baca juga: Pelukis Borobudur pameran tunggal "The Happy World"
Dalam berbagai kesempatan, baik di dalam maupun luar negeri, dan sekitar Candi Borobudur, termasuk melalui Limanjawi Art House Borobudur yang dikelola salah satu tokoh seniman setempat, Umar Chusaeni, ia ikut memamerkan karya-karyanya.
"Melukis menggunakan jamu mulai di kertas pada 2002, lalu mengeksplorasi terus sampai saat ini. Kalau dihitung-hitung sudah lebih dari 100 karya, baik di kertas maupun kanvas, juga dengan mencampurkan cat akrilik dengan jamu, untuk proses 'finishing' juga, atau murni melukis dengan jamu," katanya.
Sejumlah karya yang dipasang di studionya saat ini, antara lain berukuran 40x60 centimeter, 80 centimeter x1 meter, 1,3x1,5 meter.
Ia mencontohkan praktik eksplorasi jamu untuk mendapatkan warna yang terkesan kuat (kunyit, temu giring, temu lawak, temu mangga), kuning terang (temu mangga, bengle), kuning gelap (temu giring, temu lawak), agak abu-abu (temu ireng), dan cokelat tua (kunyit).
Baca juga: Borobudur dalam goresan pelukis Indonesia-Tiongkok
"Penggunaan jamu untuk melukis juga terasa menyegarkan dan hasilnya menjadi warna-warna alami," kata Easting Medi yang juga anggota Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI) 15 itu.
Ia menyebut penggunaan jamu untuk pewarna lukisan membutuhkan waktu relatif lama, hingga 1-2 jam, untuk sekali sapuan lukisan di kanvas, dibandingkan dengan penggunaan cat akrilik.
Oleh karena itu, ia setiap kali berkarya, secara bersamaan menghasilkan lebih dari satu lukisan seperti yang sedang dikerjakannya saat ini bertepatan dengan pandemi virus corona baru, dimana ia melukis di atas kanvas secara bersama-sama tiga kepala Buddha menggunakan pewarna jamu. Masing-masing karya itu diberi judul "Beautiful of Mind", Inner Beauty", dan "Spirit in the Morning".
Untuk karya dengan bahan jamu yang serupa, tentang tema kehidupan masyarakat Borobudur pada tahun lalu, ia menciptakan lukisan dengan judul "Morning Actuality" dan "Happy Togehter", sedangkan pada 2016 berjudul "Morning Life".
"Secara pribadi, karya-karya saya sekarang ini, memiliki arti makin penting dalam saya berkesenian karena bersamaan waktunya dengan pandemi COVID-19," ujar dia.
Baca juga: "The Colourfull Of Borobudur" Menguras Energi Seniman
Pewarta: M. Hari Atmoko
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020