Berdasarkan kajian Yayasan Madani Berkelanjutan menyebut lima provinsi yakni Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Papua, Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan akan memiliki area rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terluas di 2020.
Hasil kajian area rawan terbakar (ART) 2020 dengan jejak akumulasi area terbakar 2015-2019, GIS Specialist Yayasan Madani Berkelanjutan Fadli Ahmad Naufal di Jakarta, Rabu, mengatakan terdapat temuan kunci di mana lima provinsi dengan area rawan terbakar 2020 terluas diperkirakan dapat terjadi di Kalimantan Barat, Papua, Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan.
Dari data batas administrasi RBI Badan Informasi Geospasial (BIG) dan hotspots NASA, hasil kajian Madani memperoleh temuan kunci bahwa sejak Januari hingga Maret 2020 tercatat 12.488 titik panas atau hotspot di Indonesia dengan area potensi terbakar seluas 42.312,44 ha. Provinsi Riau mempunyai 3.239 titik panas dan area potensi terbakar terbesar yaitu seluas 16.728 ha.
Baca juga: Hingga April 2020, BPBD Bengkalis tangani lima kasus Karhutla
Baca juga: Cegah karhutla, perusahaan perlu mulai bergerak urus gambut
Dari kajian, Fadli juga mengatakan provinsi dan kabupaten dengan area terbakar terluas di 2019 memiliki ekosistem gambut yang luas dan merupakan provinsi prioritas restorasi gambut. Selain itu, 44 persen kebakaran di 2019 terjadi di ekosistem gambut, dan 54,71 persen dari areal yang terbakar tersebut memiliki fungsi lindung.
Kajian itu menyebutkan lebih dari 1 juta ha atau 63 persen adalah area baru terbakar, dan sangat erat kaitannya dengan keberadaan izin, khususnya perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI). Area terbakar di 2019 terluas juga diketahui terjadi di lahan non-hutan, sehingga ia mengatakan keberadaan tutupan hutan yang baik sangat vital untuk mencegah kebakaran.
Fadli juga mengungkap, karhutla baru paling banyak terjadi di Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat, di mana laju penambahan luas sawit tertanam di tiga provinsi ini sangat tinggi dalam periode 2015-2018.
Di Kalimantan Barat mencapai 129.471 ha per tahun, di Kalimantan Tengah 123.444 ha per tahun, dan Sumatera Selatan 78.607 ha per tahun. Terdapat indikasi korelasi antara tingginya laju penambahan luas sawit dengan besarnya luas area terbakar baru di ketiga provinsi tersebut.
Baca juga: BPPT akan buat hujan buatan di Sumatera-Kalimantan cegah Karhutla
Baca juga: Guru Besar IPB ingatkan perlu siapkan satpras karhutla jelang kemarau
Sebagai upaya antisipasi karhutla 2020, Yayasan Madani Berkelanjutan merekomendasikan pencegahan kebakaran di ART dengan memerhatikan dan memetakan upaya pencegahan kebakaran sejak dini terutama di lima provinsi tersebut.
Pencegahan kebakaran di area baru terbakar juga perlu dilakukan dengan mengendalikan ekspansi perkebunan sawit di provinsi dengan area baru terbakar terluas dengan mengoptimalkan pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Moratorium Sawit dan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan.
Selain itu, Yayasan Madani Berkelanjutan juga merekomendasikan pencegahan kebakaran area fungsi ekosistem gambut dengan memperjelas strategi percepatan restorasi gambut setelah mandat Badan Restorasi Gambut (BRG) berakhir pada 2020. Perkuat penegakan hukum terhadap pemilik izin atau konsesi yang melakukan pengeringan gambut dan tidak menjalankan restorasi di wilayahnya.
Selanjutnya, sinkronkan program-program yang berkaitan dengan karhutla, seperti Desa Peduli Gambut (DPG), Masyarakat Peduli Api (MPA) dan Desa Tangguh Bencana (Destana) di tingkat tapak, terutama di desa-desa yang berada di ekosistem gambut dan di sekitar area izin atau konsesi. Selain juga merevisi peraturan yang melemahkan perlindungan kubah gambut, yakni Permen LHK Nomor 10 Tahun 2019.
Baca juga: Guru Besar UGM tekankan pentingnya cegah karhutla di tengah pandemi
Baca juga: Karhutla tingkatkan risiko bahaya bagi penderita COVID-19
Rekomendasi Yayasan Madani Berkelanjutan terkait upaya penanganan karhutla lainnya, yakni pencegahan kebakaran di area konsesi dengan memperketat pemantauan terhadap sarana atau prasarana pencegahan dan pengendalian kebakaran di wilayah izin atau konsesi, serta memperkuat penegakan hukum terhadap pemilik izin atau konsesi yang di areal izinnya terjadi kebakaran.
Terakhir, hentikan legislasi yang berusaha memperlemah aturan penegakan hukum terhadap pemilik izin atau konsesi yang di areal izinnya terjadi kebakaran seperti tertera dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja).
"Jadikan pengurangan deforestasi dan degradasi hutan serta rehabilitasi hutan dan lahan kritis bagian integral untuk mencegah kathutla yang berulang," kata Fadli.
Baca juga: Guru Besar IPB ingatkan tidak lengah mengantisipasi potensi karhutla
Baca juga: KLHK catat penurunan hotspot di awal 2020 dibandingkan tahun lalu
Baca juga: Pakar: Cegah beban ganda karhutla di tengah pandemi COVID-19
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020