Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Amir Uskara menilai kebijakan relaksasi kredit atau pembiayaan dari perbankan maupun dari perusahaan pembiayaan (leasing) saat ini relatif masih belum optimal.Hal itu karena minimnya sosialisasi ke dunia usaha baik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator maupun dari bank atau leasing ke debiturnya yang terdampak
"Hal itu karena minimnya sosialisasi ke dunia usaha baik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator maupun dari bank atau leasing ke debiturnya yang terdampak," ujar Amir dalam acara Ramadhan Digital Talkshow bertajuk “Restrukturisasi Kredit di masa Pandemi Covid-19” secara daring di Jakarta, Senin.
Amir mengakui bahwa kebijakan yang diinisiasi Presiden Joko Widodo itu memang termasuk kebijakan darurat, sehingga OJK dan sektor jasa keuangan dituntut bekerja cepat menyiapkan perangkat regulasinya agar tidak keburu memicu kenaikan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) yang tidak terkendali.
"Tuntutan dari dunia usaha memang mendesak, sementara waktu untuk menyiapkan perangkat aturannya sangat singkat. Hal ini menjadi salah satu penyebab, sektor jasa keuangan agak kesulitan merestrukturisasi kredit karena aturan yang mereka miliki yaitu restrukturisasi kredit saat kondisi normal," ujar Amir.
Bank atau perusahaan pembiayaan pun, lanjut Amir, harus selektif terutama dalam menganalisa, memilih, dan memutuskan debitur yang benar-benar layak mendapat relaksasi karena usahanya terdampak COVID-19.
Baca juga: Program skema bantuan likuiditas perbankan diminta lebih diperjelas
Baca juga: Restrukturisasi kredit, bank BUMN butuh likuiditas Rp156,1 triliun
Berdasarkan hasil evaluasi Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) pada April 2020, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan pada Maret 2020 sudah sedikit menurun namun masih cukup tinggi.
Pada Maret 2020 CAR tercatat sebesar 21,72 persen dibandingkan Desember 2019 sebesar 23,31 persen. Demikian juga NPL gross sedikit meningkat namun masih terjaga di 2,77 persen dibanding Desember 2019 di level 2,53 persen.
"Saya belum melihat dampak dari restrukturisasi selama pandemi ini di bank-bank lain karena belum menyampaikan laporan kinerja kuartal I-2020," kata Amir.
Lebih jauh ia mengatakan dari beberapa penyampaian Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di daerah yang dia terima, banyak anggota mereka yang belum terinformasi sama sekali.
"Mereka hanya mendengar imbauan Presiden di media, tetapi tidak tahu ada aturan dari OJK dan bank atau perusahaan leasing yang memungkinkan mengajukan relaksasi jika usahanya terdampak pandemi COVID-19,” ujar Amir.
Baca juga: Perbankan diharapkan segera realisasikan program relaksasi kredit
Baca juga: OJK ungkap relaksasi kredit bank hingga 26 April Rp113, 8 triliun
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020