• Beranda
  • Berita
  • BEI: Realisasi "buyback" saham tanpa RUPS capai Rp1,72 triliun

BEI: Realisasi "buyback" saham tanpa RUPS capai Rp1,72 triliun

16 Juni 2020 20:15 WIB
BEI: Realisasi "buyback" saham tanpa RUPS capai Rp1,72 triliun
Ilustrasi: Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan, Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (1)

Sejauh ini sebesar 8,8 persen dari nilai rencana buyback kondisi lain telah dieksekusi oleh perusahaan tercatat

Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebutkan realisasi pembelian kembali (buyback) saham tanpa melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) per 15 Juni 2020 mencapai Rp1,72 triliun atau 8,8 persen dari rencana total nilai buyback saham Rp19,6 triliun.

"Sejauh ini sebesar 8,8 persen dari nilai rencana buyback kondisi lain telah dieksekusi oleh perusahaan tercatat. Sehingga masih tersisa dana yang siap untuk digunakan pada window period buyback kondisi lain ini sebesar 91,2 persen," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna di Jakarta, Selasa.

Sampai dengan 15 Juni 2020, terdapat 67 perusahaan tercatat yang terdiri dari 12 BUMN dan entitas anak BUMN serta 55 perusahaan swasta yang telah menyampaikan keterbukaan informasi mengenai rencana buyback dalam kondisi lain dengan total rencana sebesar Rp19,6 triliun.

Sesuai dengan POJK 2 Tahun 2013, buyback saham hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu paling lama tiga bulan setelah keterbukaan informasi.

Baca juga: Erick: "Buyback" saham diharapkan oleh BUMN berkinerja keuangan solid

Baca juga: BUMN diminta gunakan dana "buyback" sesuai fundamental

Baca juga: Realisasi buyback saham tanpa RUPS capai Rp1,57 triliun


Berdasarkan hal tersebut, terdapat empat perusahaan tercatat yang telah selesai periode buyback-nya dan terdapat satu perusahaan tercatat yang telah menyampaikan keterbukaan informasi terkait rencana buyback dalam kondisi lain untuk memperpanjang periode buyback.

Pada 9 Maret 2020 lalu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengizinkan semua emiten atau perusahaan publik melakukan buyback saham tanpa persetujuan RUPS sebagai upaya memberikan stimulus perekonomian dan mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara signifikan.

Kebijakan tersebut diambil saat itu karena OJK mencermati kondisi perdagangan saham di bursa yang sejak awal 2020 sampai awal Maret terus mengalami tekanan signifikan yang diindikasikan dari penurunan IHSG sebesar 18,46 persen.

Anjloknya IHSG saat itu terjadi seiring dengan pelambatan dan tekanan perekonomian baik global, regional, maupun nasional, sebagai akibat dari wabah Virus Corona baru atau COVID-19 dan melemahnya harga minyak dunia.

Baca juga: IHSG melonjak di atas 170 poin, ditopang sentimen positif domestik-Fed

Baca juga: Rupiah Selasa sore menguat, seiring dibukanya pasar dan mall


 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020