Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta Mukhaer Pakkanna mengatakan filosofi cukai harus dikembalikan ke khittah-nya, bukan semata-semata menambah pemasukan negara melainkan mengendalikan eksternalitas negatif dari barang kena cukai.tujuan pertama adalah mengurangi prevalensi anak dan remaja perokok
"Produk tembakau dan rokok memiliki eksternalitas negatif terhadap kesehatan, lingkungan, anak-anak, remaja, orang miskin, perokok pasif, buruh rokok, dan lain-lain," kata Mukhaer dalam konferensi pers Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau yang diadakan secara virtual di Jakarta, Jumat.
Mukhaer mengatakan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 bagian Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Berdaya Saing sudah mengatur eksternalitas negatif dari produk tembakau.
Baca juga: YLKI: Kenaikan jumlah perokok pemula didorong masifnya iklan rokok
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil minta negara konsisten kendalikan tembakau
Pada bagian terpenuhinya layanan dasar, peraturan tersebut mencantumkan indikator strategi untuk menekan prevalensi perokok usia 10 tahun hingga 18 tahun dari 9,1 persen pada 2019 menjadi 8,7 persen pada 2024.
"Dalam kaitan menaikkan cukai hasil tembakau, tentu tujuan pertama adalah mengurangi prevalensi anak dan remaja perokok dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dan bonus demografi," tuturnya.
Peningkatan cukai hasil tembakau juga akan meningkatkan kualitas ksehatan dan lingkungan, meningkatkan penerimaan negara sebagai efek samping dari eksternalitas negatifnya, dan meningkatkan kompensasi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani tembakau.
Baca juga: Sosiolog: Pemerintah harus punya konsep dan prinsip tentang rokok
Baca juga: Kemenkes: 397 kabupaten/kota sudah miliki Perda Kawasan Tanpa Rokok
Peraturan Presiden tentang RPJMN 2020-2024 pada Bagian Pengendalian Penyakit juga mencantumkan beberapa strategi pengendalian tembakau.
Selain peningkatan cukai hasil tembakau secara bertahap, strategi lainnya adalah pelarangan total iklan dan promosi rokok, dan pembesaran pencantuman peringatan bergambar tentang bahaya rokok.
"Peraturan Menteri Keuangan tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang terakhir telah mencantumkan struktur pengenaan cukai yang lebih sederhana dengan membagi batasan harga jual eceran per batang atau gram dan tarif cukai per batang atau gram hasil tembakau buatan dalam negeri dan luar negeri," katanya.
Baca juga: Kemenkes: Perlu intervensi holistik-komprehensif kendalikan tembakau
Baca juga: IDAI: Dampak merokok sejak dini semakin parah
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020