Remdesivir, yang diberikan secara intravena, merupakan salah satu obat yang digunakan untuk mengobati Presiden AS Donald Trump selama melawan COVID-19.
Obat tersebut mengantongi izin penggunaan darurat dari FDA sejak Mei, setelah riset yang dipimpin oleh Institut Kesehatan Nasional menunjukkan bahwa remdesivir mengurangi waktu rawat inap hingga lima hari.
Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pekan lalu mengatakan bahwa uji klinis global pengobatan COVID-19 menemukan bahwa remdesivir tidak berdampak substansial terhadap lamanya pasien berada di rumah sakit atau kemungkinan bertahan hidup. Riset tersebut tidak ditinjau ulang oleh para ahli dari luar.
Baca juga: Inggris jatah penggunaan remdesivir saat pasien COVID-19 meningkat
Baca juga: EMA selidiki kemungkinan gagal ginjal akibat remdesivir Gilead
Gilead mempertanyakan potensi bias dalam riset WHO, yang tidak "dibutakan", yang artinya bahwa partisipan dan dokter mereka mengetahui pengobatan mana yang sedang digunakan.
Remdesivir, yang akan dijual dengan nama merek Veklury, dihargai 3.120 dolar AS (sekitar Rp45 juta) untuk pengobatan lima hari, atau 2.340 dolar AS (sekitar Rp34 juta) untuk pembeli kalangan pemerintah seperti Departemen Urusan Veteran.
Gilead mengaku saat ini sedang memenuhi permintaan obat di AS dan mengantisipasi pemenuhan global hingga akhir Oktober.
Gilead mengatakan obat buatan mereka mengantongi persetujuan regulasi atau penggunaan darurat di sekitar 50 negara lainnya.
Pada hari yang sama, FDA juga mengeluarkan izin baru penggunaan darurat remdesivir untuk mengobati pasien anak di bawah usai 12 tahun, yang berat badannya cukup untuk menerima obat intravena.
Gilead mengaku masih berupaya mempelajari potensi penuh dari Veklury, pada kondisi yang berbeda dan sebagai bagian dari prosedur pengobatan gabungan.
Sumber: Reuters
Baca juga: Uji akhir gabungan remdesivir, cairan antibodi untuk COVID-19 dimulai
Baca juga: Eropa beli remdesivir Gilead untuk 500 ribu pasien COVID-19
Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020