PKWT masih dibatasi waktunya dan akan ditentukan melalui PP.
Anggota Badan Legislasi DPR RI Taufik Basari menegaskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja untuk melindungi pekerja maupun rakyat, bukan sebaliknya.
Taufik Basari di Jakarta, Kamis, menyebutkan pemerintah dan DPR membantah adanya aturan pegawai kontrak seumur hidup dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Pemerintah berulang kali menyatakan bahwa tidak ada satu pemerintahan pun yang memiliki niat untuk menyengsarakan rakyatnya. Jadi, ketika kemarin pembahasan setiap hal yang diajukan oleh Pemerintah, pemerintah selalu memberikan alasannya," kata Taufik.
Baca juga: Mahfud akan bentuk tim kerja tampung persoalan UU Cipta Kerja
Tobas, sapaan Taufik Basari, memastikan informasi mengenai karyawan kontrak seumur hidup 100 persen tidak benar.
Ia lantas meminta publik jangan sampai termakan hoaks mengenai Undang-Undang Cipta Kerja.
"Jadi, enggak perlu takut. Pada saat pembahasan di Badan Legislasi, pemerintah dan DPR tidak membuka ruang bagi kontrak seumur hidup," katanya.
Tobas mengatakan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) tetap dibatasi waktunya. Nantinya dari UU Cipta Kerja itu akan diturunkan lewat peraturan pemerintah (PP).
"Jadi, seluruh ketentuan PKWT sama ketentuannya tidak ada yang berubah, atau dikembalikan lagi ke undang-undang eksisting. Hanya soal jangka waktu yang diatur di dalam peraturan pemerintah," ucap Tobas.
Baca juga: Menko Airlangga: UU Cipta Kerja atasi pengangguran
Pemerintah juga membantah adanya penerapan karyawan kontrak seumur hidup dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
Dalam Pasal 56 Ayat (4) UU Cipta Kerja disebutkan bahwa PKWT masih dibatasi waktunya.
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai PKWT berdasarkan jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu diatur dalam peraturan pemerintah.
"PKWT masih dibatasi waktunya dan akan ditentukan melalui PP," kata Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Kantor Staf Presiden Fajar Dwi Wisnuwardhani melalui siaran pers.
Dalam hal pembatalan PKWT, kata Fajar, karena adanya masa percobaan, selain batal demi hukum, Undang-Undang Cipta Kerja juga melegalkan penghitungan masa kerja yang sudah dilakukan.
Penjelasan ini bisa dilihat pada Pasal 58 Ayat (2) yang berbunyi: "Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan tersebut batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung."
Baca juga: DPR: UU Ciptaker strategi reformulasi regulasi tingkatkan investasi
Di sisi lain, Pemerintah juga meminta masyarakat tidak khawatir terhadap persoalan pesangon. Undang-Undang Cipta Kerja juga tetap menerapkan sistem pesangon bagi masyarakat pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Fajar mengungkapkan dalam Pasal 61A Undang-Undang Cipta Kerja dijelaskan bahwa pekerja PKWT bisa mendapatkan kompensasi yang perhitungannya mirip dengan pesangon.
Seperti pada Pasal 61A Ayat (1) yang berbunyi: Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 Ayat (1) Huruf b dan Huruf c, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/buruh.
Hal itu juga ditegaskan kembali pada Pasal 61A Ayat (2) yang berbunyi: "Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diberikan kepada pekerja/buruh sesuai dengan masa kerja pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan."
Sebagai tambahan, pada Pasal 61A Ayat (3) menjelaskan bagaimana uang kompensasi tersebut akan diatur kembali dalam peraturan pemerintah.
Undang-Undang Cipta Kerja juga menjadi payung hukum untuk memberikan sanksi bagi pemberi kerja yang tidak membayar pesangon pekerjanya. Dalam Pasal 185 Undang-Undang Cipta Kerja dijelaskan akan ada pidana bagi yang tidak membayar pesangon.
Bahkan, pekerja bisa meminta PHK dengan pesangon jika ada masalah dengan pelanggaran norma kerja oleh pengusaha. Hal ini diatur dalam Pasal 154A.
Baca juga: Hakim MK ingatkan penggugat UU Cipta Kerja hati-hati cantumkan pasal
Selain itu, Fajar menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja menjamin masyarakat yang kehilangan pekerjaan dapat segera masuk lagi dalam dunia kerja.
"Ini dilakukan melalui pelatihan dan konseling, serta tentu saja cash benefit yang nilainya diperhitungkan berdasarkan upah terakhir," ujar Fajar.
Menurut Fajar, struktur dan skala upah menjadi hal yang wajib dalam UU Cipta Kerja sehingga bisa meningkatkan produktivitas dan kompetisi yang sehat di antara pekerja sesuai dengan Pasal 92 UU Cipta Kerja.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020