Kasus kekerasan seksual fenomena gunung es

13 November 2020 16:54 WIB
Kasus kekerasan seksual fenomena gunung es
Warga yang tergabung dalam Komunitas Nurani Perempuan Women's Crisis Center (NPWCC) berkampanye mendorong pemerintah dan DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual. ANTARA/Arif Pribadi

...satu dari 17 anak laki-laki pernah mengalami kekerasan seksual dan satu dari 11 anak perempuan pernah mengalami kekerasan seksual.

Staf Ahli Bidang Komunikasi Pembangunan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ratna Susianawati mengatakan kasus kekerasan seksual fenomena gunung es, yaitu masih banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat serta tidak dilaporkan.

"Korban yang umumnya perempuan dan anak bukan hanya menderita lahir batin baik fisik dan psikis yang berkepanjangan, tetapi juga mengalami pendarahan, kerusakan reproduksi, disiksa, diperlakukan secara kejam dan tidak manusiawi sampai meninggal dunia," kata Ratna saat membacakan sambutan Menteri I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga dalam seminar daring yang diadakan Kongres Wanita Indonesia diikuti dari Jakarta, Jumat.

Ratna mengatakan korban yang mengalami penderitaan memerlukan layanan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, reintegrasi sosial, pendampingan, dan bantuan hukum. Korban juga perlu diupayakan untuk mendapatkan restitusi atau penggantian kerugian materiil dan immateriil dari pelaku.

Menurut data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2018 yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Badan Pusat Statistik, satu dari 17 anak laki-laki pernah mengalami kekerasan seksual dan satu dari 11 anak perempuan pernah mengalami kekerasan seksual.
Baca juga: Psikolog dukung wacana DPRA hukum berat pelaku kekerasan terhadap anak
Baca juga: Bintang Emon dukung pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual


"Data Sistem Informasi Perempuan dan Anak juga mencatat korban kekerasan terhadap anak sebagian diantaranya adalah korban kekerasan seksual," tuturnya.

Karena itu, Ratna mengatakan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual sangat penting dan tidak dapat ditunda lagi. Untuk menghimpun berbagai perspektif, pandangan, upaya, pendapat, dan masukan dari berbagai pihak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terus membuka ruang diskusi dan dialog.

Hal itu juga sesuai dengan lima isu prioritas yang diamanatkan Presiden Joko Widodo kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yang salah satunya adalah penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga telah mendapatkan tambahan tugas dan fungsi sebagai penyedia layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan dan anak yang memerlukan pelindungan khusus.
Baca juga: WCC: Kekerasan seksual di Sumsel semakin mengkhawatirkan
Baca juga: Ayah di Aceh perkosa anaknya usai mengintip lewat lubang kamar

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020