• Beranda
  • Berita
  • Mengolah sampah, membangkitkan ekonomi masyarakat di tengah pandemi

Mengolah sampah, membangkitkan ekonomi masyarakat di tengah pandemi

24 Desember 2020 13:34 WIB
Mengolah sampah, membangkitkan ekonomi masyarakat di tengah pandemi
Ilustrasi - Pemanfaatan pupuk organik untuk tanaman obat keluarga. (ANTARA/HO- Dok pri)
Nursiti (38) terlihat sibuk memilah sampah plastik yang ada di rumahnya di kawasan Depok, Jawa Barat. Meski sudah memilah antara sampah anorganik dan organik, masih saja ada sampah yang dimasukkan tidak pada tempatnya.

Sampah anorganik terutama botol plastik dikumpulkannya pada sebuah karung. Jika sudah penuh, ia akan membawanya di bank sampah yang ada di wilayahnya.

Hasilnya lumayan, dari botol plastik yang dikumpulkannya itu, dia bisa mendapatkan uang sekitar Rp50.000 setiap bulan. Sedangkan untuk sampah organik, ia kumpulkan pada lubang resapan biopori sebagai tempat penampungan di depan rumahnya. Pupuk kompos yang dihasilkan tersebut dimanfaatkan untuk menyuburkan tanaman obat seperti jahe, kunyit, sambiloto yang ada di rumahnya.

Tanaman obat tersebut "naik daun" di tengah pandemi COVID-19 karena terbukti ampuh meningkatkan imunitas tubuh.

Nursiti menambahkan pemilahan sampah yang dilakukannya tersebut berawal dari program pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia. Ia mendapatkan pelatihan singkat mengenai pemilahan sampah.

"Tak hanya mendapatkan uang tambahan dari botol plastik, tetapi juga dari pengolahan sampah organik. Ke depan, kami juga akan dilatih mengenai pembuatan minuman dari tanaman obat," kata dia.

Dengan demikian, dapat meningkatkan nilai jual sekaligus membantu ekonomi masyarakat yang terpuruk akibat pandemi.

Ketua Peneliti dari Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Eva Andayani, mengatakan sepanjang pandemi COVID-19 terdapat peningkatan sampah hingga 100 ton di Kota Depok setiap harinya.

Melihat kondisi tersebut, ia dan tim bersama dengan para kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Delima RW 011 Bedahan. Sawangan, Depok memberikan pelatihan. Selain pemilahan sampah botol plastik, juga diberikan pelatihan pembuatan pupuk organik dengan pemanfaatan lubang biopori milik warga.

"Pupuk dari pengolahan sampah tersebut dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman obat keluarga seperti sambiloto, kunyit, kunyit putih, dan jahe," kata Eva lagi.

Baca juga: Berperang dengan sampah plastik di perairan Maluku Tengah

Baca juga: Bukan tempat sampah, ini cara gunakan kantong plastik yang baik


Pengelolaan sampah

Direktur Pengelola Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Novrizal Tahar, mengatakan hasil penelitian dari Universitas Toronto mengatakan jika tidak ada upaya intervensi dalam pengelolaan sampah atau aktivitas seperti biasa maka diperkirakan pada 2030 diperkirakan sebanyak 90 juta ton akan masuk ke laut per tahunnya.

Sementara jika dilakukan intervensi pengurangan sampah misalnya pelarangan penggunaan plastik sekali pakai maupun peningkatan kapasitas pengelolaan sampah dan lainnya, maka diperkirakan sebanyak 20 juta hingga 53 juta ton sampah plastik masuk ke laut per tahunnya.

Menurut Novrizal, tantangan tersebut tidak mudah, malah cenderung lebih berat. Apalagi dengan kondisi pandemi COVID-19, penggunaan sampah plastik menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Hal itu dikarenakan adanya perubahan perilaku yang mana masyarakat lebih memilih belanja secara daring, yang tentu saja banyak menggunakan plastik sekali pakai dalam pengemasannya.

"Kondisi pandemi COVID-19 ini menambah beban baru persoalan sampah. Terutama sampah plastik, karena dalam pengemasan paket belanja daring menggunakan plastik sekali pakai," ujar Novrizal.

Kondisi itu menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi dari hari ke hari tidak semakin ringan. Belum lagi pada masa pandemi ini harga minyak dunia mengalami penurunan, yang mengakibatkan industri daur ulang tidak lagi kompetitif karena lebih mahal dari harga virgin plastik minyak bumi.

Pengelolaan sampah harus dilakukan secara terintegrasi. Tidak hanya sekedar pemilahan sampah saja tetapi juga dari hulu ke hilir.

Misalnya dari hulu dilakukan upaya pengurangan sampah maupun daur ulang sampah. Kemudian kapasitas Pemda dalam pengelolaan sampah juga ditingkatkan mulai dari sumber daya manusia, teknologi, hingga ketersediaan truk.

KLHK menargetkan terjadi pengurangan sampah oleh produsen sebesar 30 persen pada akhir tahun 2029. Jika tidak tercapai keseimbangan tersebut, maka akan terjadi kebocoran pada lingkungan yang akan berdampak pada kerusakan lingkungan akibat sampah plastik.

Dalam konteks itu, perlu dilakukan pendekatan sirkular ekonomi yakni menjadikan sampah sebagai sumber daya sehingga dapat menjadi bahan baku di industri atau diolah menjadi produk lain.

Baca juga: IPB: Sumur Resapan Biber solusi pengelolaan plastik non-ekonomis

Baca juga: Gerakan ekonomi sirkular di Pulau Komodo-NTT diapresiasi Menteri LHK


Hulu ke hilir

Untuk menciptakan ekonomi sirkular perlu memperhatikan dua hal yakni ekosistem dan lingkungan untuk mendukung pendekatan tersebut..

Untuk ekosistem didorong dari hulu ke hilir memiliki kapasitas yang memadai sehingga sampah baik plastik dan kertas dapat dimanfaatkan.

"Sektor informal seperti pemulung merupakan komponen penting. Idealnya kita bekali mereka dengan pakaian yang memadai hingga gerobak yang memadai."

Selanjutnya perlu adanya lingkungan yang mendukung mulai dari kebijakan insentif fiskal, kebijakan impor scrap, kebijakan extended producer responbility, standarisasi produk daur ulang.

Danil Zuhry dari Kementerian Perindustrian mengatakan saat ini kebutuhan bahan baku plastik nasional mencapai 7,2 juta ton per tahun, yang mana sebanyak 2,3 juta ton bahan baku berupa virgin plastik lokal disuplai industri petrokimia dalam negeri.

Ada sekitar 241 perusahaan industri daur ulang plastik nasional, termasuk tujuh industri serat daur ulang untuk industri tekstil, dengan kapasitas produksi mencapai 2,55 juta ton per tahun.

Danil menjelaskan kunci utama dari ekonomi sirkular pemanfaatan sisa konsumsi untuk bahan baku industri. Dalam hal ini, industri juga hendaknya turut terlibat pada pengelolaan sampah dari produk yang dihasilkannya.

Public Affair Manager dari PT Coca Cola Indonesia, Triyono Prijosoesilo, mengatakan sejak 2018 pihaknya mencanangkan Coca Cola sebagai perusahaan sebagai bagian dari solusi, dengan target pada 2030 dapat mengumpulkan dan mendaur ulang sebanyak yang diproduksi.

Untuk mencapai target tersebut perlu tenaga, strategi dan waktu. Apalagi Indonesia merupakan negara kepulauan.

Pihaknya memiliki tiga kerangka aksi untuk mencapai target tersebut yakni desain, mengumpulkan, dan bekerja sama dengan mitra lain.

Baca juga: KLHK: Konsumen punya kekuatan dorong produsen pilih opsi berkelanjutan

Baca juga: Chelsea Islan senang masyarakat mulai sadar mengurangi sampah plastik


Plastik transparan

Pada tahap desain, terdapat tiga gol yakni membuat semua kemasan yang diproduksi dapat didaur ulang, menggunakan lebih banyak material daur ulang pada kemasan, dan mengurangi penggunaan material dalam produksi kemasan.

Kemudian pada tahap mengumpulkan, yakni mendukung model robust dalam sistem pengumpulan sampah, membuat daur ulang dapat diakses dan dicapai, dan membantu masyarakat mengerti apa, dimana dan bagaimana cara mendaur ulang.

Kerangka ketiga yakni bekerja bersama untuk mendukung lingkungan dan laut yang sehat dan bebas sampah.

"Industri juga bertanggung jawab dalam mengurangi penggunaan plastik, dari sisi desain kami melakukan inovasi di mana botol plastik produksi kami merupakan yang teringan di dunia," ucap Triyono.

Hal itu dengan menerapkan teknologi ASSP, sehingga dapat mengurangi berat botol kemasan secara terus-menerus. Selain itu, Coca Cola juga beralih ke plastik transparan karena botol plastik transparan mempunyai nilai yang tinggi pada kalangan pemulung.

"Kami mencoba menggunakan botol transparan dan menghindari penggunaan botol plastik berwarna, karena botol plastik transparan nilainya lebih tinggi dimata pemulung dengan demikian pelaku usaha akan tertarik mengambilnya dan mendorong peningkatan daur ulang," papar Triyono.

Pihaknya juga bekerja sama dengan sejumlah komunitas untuk pengelolaan sampah. Dengan demikian, dia berharap dapat mengurangi keberadaan sampah yang merusak lingkungan sekaligus dapat menciptakan ekonomi sirkular yang tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat dalam meningkatkan perekonomian dan juga produsen.*

Baca juga: KKP serahkan alat kelola sampah plastik di muara Cisadane

Baca juga: 54 titik timbunan sampah Bengawan Solo di Gresik ditemukan mahasiswa

Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020